April 2008 mendatang Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) berencana mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang akreditasi setiap Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di FISIP. SK itu nantinya menyisakan pilihan apakah sebuah UKM akan dipertahankan, digabung atau dibubarkan. Rancangan SK tersebut mendapat tanggapan berbeda-beda dari tiap UKM, ada yang pro dan ada pula yang kontra.
Awalnya Dedi Setyo, Ketua Komunitas Musik FISIP (KMF) agak kebingungan ketika dimintai pendapatnya tentang akan adanya SK tersebut. Saat ditemui di sekre KMF pada Jum’at (26/1) ia mengaku belum mengetahui hal itu. Dikarenakan ketika ada sharing antara perwakilan tiap UKM dengan Pembantu Dekan (PD) III di gedung Kegiatan Mahasiswa (KM) pada Rabu (28/11/2007), perwakilan dari KMF tidak ada yang menghadiri. Dalam forum sharing tersebut dari Drs. Suyatmi M.S selaku PD III mengutarakan keinginan untuk melakukan penilaian terhadap kualitas tiap UKM.
Setelah VISI memberikan sedikit penjelasan tentang rencana SK tersebut, Dedi tampak khawatir. Apalagi setelah disinggung mengenai resiko akan adanya penggabungan atau pembubaran UKM yang tidak sesuai dengan kriteria penilaian akreditasi. ”Jujur saya khawatir jika KMF terkena dampak SK tersebut, ” ungkapnya.
Ada Apa dengan SK
Rencana SK tentang akreditasi UKM yang akan dikeluarkan oleh Dekanat tersebut dilatarbelakangi oleh kekhawatiran pihak Dekanat terhadap kelayakan UKM di FISIP. Hal tersebut diungkapkan oleh Dekan FISIP UNS Drs. Supriyadi, S.N., SU saat dikonfirmasi pada Jumat (11/1) di ruang kerjanya. Dekanat tidak menginginkan ada UKM yang hanya mempunyai nama yang nantinya akan menghabiskan dana Ikatan Orang Tua Mahasiswa (IOM) maupun DIPA tanpa menghasilkan kegiatan yang bermanfaat.
Kebijakan ini juga terkait dengan akreditasi fakultas yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN). Suyatmi mengatakan, ”Kegiatan kemahasiswaan juga mendapat penilaian dari BAN dalam akreditasi fakultas, untuk itu perlu adanya peningkatan kualitas kegiatan kemahasiswaan.” Salah satu caranya adalah dengan adanya SK akreditasi UKM. Karena dengan adanya SK tersebut, dapat diketahui UKM mana yang layak untuk terus berjalan atau tidak. “Harapannya, kegiatan kemahasiswaan nantinya akan mendukung terciptanya suasana kampus yang ilmiah, agamis dan sejuk,” tutur Suyatmi ketika ditemui di ruang kerjanya pada Selasa (22/1).
Ketika ditanya mengenai apa saja yang akan dicantumkan dari SK tersebut, pihak Dekanat belum bisa memberi keterangan lebih lanjut karena masih dalam proses pembahasan. Tentunya di dalam SK akreditasi tersebut akan ada kriteria untuk mengakreditasi tiap UKM. Menurut Supriyadi secara garis besar kriteria penilaian yang akan menjadi pertimbangan adalah kepemimpinan, manajemen organisasi, kegiatan, dan cara pemilihan ketua. Sedangkan menurut Suyatmi kriteria penilaian tersebut meliputi keaktifan suatu UKM mengikuti kegiatan ilmiah di kampus, kontribusi prestasi yang telah diberikan, dan kebersihan lingkungan kesekretariatan.
Suyatmi menyatakan kemungkinan akan adanya penggabungan atau pembubaran UKM yang tidak sesuai dengan kriteria akreditasi. Hal senada juga diungkapkan oleh Supriyadi, melalui SK akreditasi ini pihak fakultas dapat menilai sebuah UKM produktif atau tidak. ”Jika UKM tidak produktif, maka akan dilakukan penggabungan UKM. Dan bila tidak bisa digabung maka dengan terpaksa UKM tersebut dibubarkan,” tegasnya.
Pembantu Rektor (PR) III UNS Drs. Dwi Tiyanto, SU membenarkan adanya kebijakan penggabungan UKM yang tidak produktif dengan UKM lainnya. PR III juga menjelaskan bahwa rencana SK akreditasi ini merupakan tanggapan dari Surat Edaran (SE) Rektor UNS yang dikeluarkan tahun 2005. Dalam SE tersebut ada pembatasan jumlah anggota UKM yang tidak boleh kurang dari 50 orang. Keputusan Rektor tersebut dirasa kurang tepat dan akan memberatkan setiap UKM.
PR III lalu mengeluarkan kebijakan baru yang dirasa lebih fleksibel yaitu dengan mengakreditasi UKM yang ada di UNS. Mengenai teknis pelaksanaan akreditasi tersebut, PR III menyerahkan sepenuhnya kepada setiap fakultas termasuk mengenai waktu untuk penerbitan SK akreditasi tersebut.
Saat disinggung mengenai UKM apa saja yang rencananya akan digabung atau akan dibubarkan, PD III mengatakan sudah ada gambaran. Namun belum berani untuk mengungkapkannya sekarang dengan berbagai pertimbangan. ”Ya nanti tunggu waktu yang tepat saja,” ujar Suyatmi.
Suyatmi hanya mencontohkan penggabungan UKM-UKM yang mempunyai bidang yang hampir sama, semisal UKM yang berkaitan dengan bidang olah raga. ”Namun jika ingin berdiri sendiri, UKM tersebut harus menyumbangkan prestasi,” tutur Suyatmi. Saat disinggung mengenai penggabungan UKM keagamaan Suyatmi mengatakan itu tidak mungkin bisa.
Penggabungan tersebut tidak akan serta merta dilakukan begitu saja karena akan dilakukan pembinaan terlebih dahulu. Suyatmi mengatakan, rencananya PD III akan membentuk tim bekerjasama dengan jurusan yang akan melakukan penilaian dan pembinaan terhadap UKM yang ada di FISIP. Sejauh ini, usaha yang dilakukan PD III adalah dengan melalukan sharing dengan perwakilan tiap UKM. Selain itu PD III meminta tiap UKM untuk mengumpulkan program kerja selama satu tahun mendatang.
Pro dan Kontra
Kontra pun muncul di kalangan mahasiswa yang giat beraktivitas di UKM. Seperti yang diungkapkan oleh Dedi Setyo, aktivis KMF yang khawatir jika UKMnya akan mengalami penggabungan atau bahkan pembubaran. Kekhawatiran itu dipicu adanya statement dari PR III mengatakan kegiatan konser musik di kampus akan ditiadakan. Berkaitan dengan statement itu, PR III juga menyatakan tidak akan menambah lagi jumlah UKM yang berhubungan dengan minat dan bakat. ”Tapi masih memungkinkan untuk UKM yang berkaitan dengan bidang akademis. Contohnya UKM penelitian,” tutur PR III.
Begitu juga yang dengan pendapat Ketua Teater SOPO, Eko Novantoro yang khawatir bila SK tersebut akan benar-benar direalisasikan. Eko mengungkapkan bahwa pihak Dekanat terkesan membatasi kegiatan mereka. Menanggapi hal tersebut Suyatmi mengungkapkan bahwa keterbatasan dana membuat sebagian proker UKM tidak dapat direalisasikan.
”Mohon dimaklumi saja karena pada saat ini fakultas sedang kekurangan dana,” ucapnya ketika acara silaturahmi Lembaga Kegiatan Islam (LKI) Jumat (16/2) di kediaman pribadinya.
Pendapat lain diungkapkan mantan Ketua FFC, Bangun Prasetyo saat ditemui di sekretariat FFC pada Jum’at (26/1). Ia menyatakan kurang setuju dengan adanya SK tersebut hanya dilihat dalam masa satu tahun kepengurusan. Karena ia berpendapat setiap UKM mempunyai masa-masa surut dan masa-masa jaya. “Tetapi bila berupa penertiban administrasi, kami lebih setuju,” tuturnya. Menurutnya dengan adanya penertiban administrasi dapat mencegah munculnya UKM yang dikhawatirkan akan menghabiskan dana yang tidak jelas penggunaanya.
Di pihak lain ada beberapa mahasiswa yang menyambut baik rencana kebijakan Dekanat ini, salah satunya oleh Himpunan Mahasiswa Komunikasi (HIMAKOM). Ketua HIMAKOM, Eko Setyawan saat ditemui di sekretariat Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) VISI Rabu (23/1) mengungkapkan bahwa sangat setuju dengan rencana akreditasi tersebut. ”UKM yang tidak produktif sebaiknya dihapus saja daripada mengurangi jatah IOM untuk UKM yang lain yang produktif,” tutur Eko.
Begitu juga dengan Ketua Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara (HIMAGARA), Arnold Meka yang mengungkapkan keberpihakannya terhadap SK tersebut ketika ditemui Jumat (25/1) di gedung KM. Arnold menambahkan HMJ tidak merasa khawatir jika kebijakan tersebut direalisasikan. “Karena kami yakin bahwa HMJ tidak akan dihapuskan, karena pihak jurusan membutuhkan wadah untuk berhubungan dengan mahasiswa jurusan,” tambah Arnold.
Pendapat yang sama juga diutarakan oleh Ketua KINE Klub, Adhimas Meditra yang juga menyambut baik dengan adanya rencana SK akreditasi tersebut. “Namun jika memang ada yang akan digabung, menurut saya sepertinya sulit jika UKM itu mempunyai karakteristik berbeda, sebaiknya UKM yang tidak produktif dihapuskan saja,” tuturnya.
Ketua UKM bola Maradensa Ahmad Siregar setuju dengan adanya rencana SK tersebut ”Kami menyetujui dengan adanya SK tersebut sebatas kriteria akreditasinya jelas,” ungkapnya Rabu (13/2) di sekretariat LPM VISI. Tetapi, Densa tidak setuju dengan tindak lanjut dari SK tersebut yaitu penggabungan UKM. Menurutnya susah untuk menggabungkan UKM walaupun bidang yang ditekuni ada kesamaan.
”Sebaiknya UKM yang tidak produktif tersebut dapat menunjukkan eksistensi diri mereka melalui prestasi yang akan menjadi pertimbangan pihak Dekanat untuk tidak menggabungkan atau bahkan membubarkan UKM,” saran Densa. Selain itu setiap UKM paling tidak menyelipkan kegiatan akademis dalam setiap prokernya. Seperti usaha yang dilakukan oleh KMF yang juga menyelenggarakan seminar atau work shop di tahun 2006 dan di kepengurusan kali ini. (Ansyor, Laura, Ratna, Hafizh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar