Dekan terpilih periode 2007-2011 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta tepat satu tahun menjabat pada 16 Mei 2008. Dalam satu tahun kinerjanya, sejumlah mahasiswa belum merasakan adanya progres yang berarti terhadap FISIP.
Novi Kurniawati, mahasiswa Ilmu Administrasi Negara (AN) 2005 ketika ditemui di depan gedung Keluarga Mahasiswa (KM) FISIP (13/6) mengungkapkan bahwa selama satu tahun ini Dekanat sudah melakukan perbaikan di FISIP, tetapi masih belum terasa progress-nya. ”Di Bidang I saja masih belum jelas kurikulum yang dipakai, Bidang II meskipun sudah ada pembenahan sarana prasarana, tetapi kebersihan belum terwujud. Bidang III soal jaringan alumni FISIP juga belum kuat,” tambahnya
Masih menurut Novi, selama ini Dekanat dirasa kurang menyerap aspirasi mahasiswa dan berimbas pada kurang terinternalisasikannya visi dan misi mereka. Senada dengan Novi, Dian Kukuh Purnandi, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2006 ketika diwawancarai Acta Diurna (16/6) di aula FISIP menyatakan, secara umum kinerja Dekanat sudah cukup baik meskipun masih ada beberapa kekurangan.
”Manajerial dan prasarana sudah baik, misalnya saja pembagian job desk birokrasi FISIP dan ruang perpustakaan yang tertata disertai AC, dan peraturan ujian yang sudah tegas. Namun masih ada kekurangan, seperti pernyataan yang berbeda dari dekan maupun pembantu dekan yang lain sehingga membingungkan mahasiswa. Ini berarti arus informasi dari Dekanat masih kurang,” ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan Mufti Anas mahasiswa AN 2005 ketika ditemui pada Rabu (18/6), bahwa kinerja Dekanat satu tahun pertama masih perlu perbaikan. ”Sebenarnya sudah cukup bagus, namun dalam pelaksanaan kebijakan masih kurang melibatkan mahasiswa, padahal mahasiswa adalah objek dari kebijakan tersebut,” ujarnya.
Dekanat: Sudah Lakukan Pembenahan
Menanggapi mahasiswa yang menyatakan bahwa Dekanat belum memiliki progress yang berarti, Dekan FISIP Drs. Supriyadi, SN. SU yang ditemui di ruangannya (14/6) mengatakan, ”Kami baru menjabat satu tahun, jadi memang masih ada kekurangan di sana-sini yang semuanya itu terbentur pada masalah waktu dan biaya, sehingga progres masih belum terlihat jelas.”
Sedangkan untuk internalisasi visi dan misi yang dikeluhkan mahasiswa, Supriyadi mengaku sudah memberikan solusi melalui sharing dan diskusi dengan mahasiswa. ”Saya sering diundang sharing dan diskusi dengan mahasiswa, yang dari sinilah saya menyerap aspirasi mereka untuk kemudian saya gunakan dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan,” ujarnya.
Kurangnya kesadaran baik dari dosen, karyawan, dan mahasiswa diakui Supriyadi juga menjadi salah satu kendala dalam melaksanakan program kerjanya. ”Ketika dosen, karyawan, dan mahasiswa menyadari akan peran dan tanggung jawab mereka, saya pikir program kerja ini akan berjalan lancar,” ujar Supriyadi.
Menanggapi pernyataan dari Supriyadi, Wahyu Setya Budi mahasiswa Ilmu Komunikasi 2005 ketika ditemui di Public Space (24/6) mengatakan bahwa mahasiswa jangan terlalu disalahkan. ”Bagaimana yang di belakang, tergantung yang di depan. Bagaimana mahasiswa, tergantung pihak Dekanat dalam memimpin,” ujarnya.
Budi juga mengatakan bahwa sharing yang diadakan pihak Dekanat hanya dilakukan pada awal kinerjanya saja, selanjutnya tidak ada tindak lanjut lagi. Ia pun menambahkan bila masalah biaya dan waktu seharusnya tidak menjadi kendala. ”Seharusnya biaya tidak dijadikan permasalahan karena mereka tidak bekerja kepada mahasiswa melainkan mengabdi kepada mahasiswa, kalau kerja kan kepada negara,” tuturnya.
Selain Budi, Arnold Meka mahasiswa AN 2005 ketika ditemui di gedung KM (24/6) menyatakan bahwa seharusnya Dekanat jangan menyalahkan mahasiswa, tapi lebih introspeksi dengan apa yang sudah Dekanat berikan untuk mahasiswa. ”Harmonisasi antara dekan dan pembantu dekan dalam pelaksanaan kebijakan saja masih kurang padahal kinerja Dekanat belum bisa dimulai tanpa tim yang solid,” tambahnya.
Pernyataan mengenai salah satu kendala dalam mewujudkan program kerja Dekanat yang berasal dari mahasiswa juga dibenarkan oleh Suyatmi. Ketika ditemui di ruangannya (13/6) ia menyatakan kendala yang dibidanginya justru dari mahasiswa sendiri. ”Susah sekali menggerakkan mahasiswa, apalagi untuk terlibat dalam lomba-lomba ilmiah,” paparnya.
Menyikapi pernyataan Suyatmi, Arnold mengatakan bila mahasiswa tidak sepenuhnya bersalah dalam hal ini. ”Dekanat masih kurang dalam mensosialisasikan kegiatan-kegiatan ilmiah, jadi jangan terus menyalahkan mahasiswa, apalagi hanya segelintir dosen saja yang mengarahkan mahasiswa untuk melakukan kegiatan ilmiah seperti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM),” ungkapnya.
Sedangkan terkait dengan kebersihan yang dipermasalahkan mahasiswa, PD II Drs. Marsudi M.S menyatakan mahasiswa lah yang kurang bertanggung jawab dalam penggunaan fasilitas yang disediakan. ”Seharusnya mahasiswa bisa menjaga fasilitas yang sudah ada, misalnya tidak mencoret-mencoret dinding dan kursi,” tegasnya.
Menjawab tentang penjagaan kebersihan fasilitas kampus, Arnold pun mengiyakan bila kesadaran mahasiswa masih kurang. ”Memang kesadaran mahasiswa dalam menjaga kebersihan masih kurang, tapi saya harap perawatan kebersihan fasilitas kampus untuk mahasiswa dan birokrat tidak dibedakan,” ujarnya.
FISIP EMAS Entah Kapan Akan Terwujud
Salah satu Visi Dekanat adalah menuju FISIP EMAS (Acta Diurna No 6/VII/2007). Namun, melihat banyaknya keluhan dari mahasiswa untuk tahun pertama kinerja Dekanat, ternyata menyisakan tanda tanya di benak mahasiswa tentang kapan terwujudnya FISIP EMAS tersebut.
FISIP EMAS seperti yang dicita-citakan Supriyadi yaitu keadaan masyarakat kampus yang ideal dan harmonis di bidang akademik dan non akademik, menurut mahasiswa ternyata juga belum terealisasi.
”Menurut saya FISIP EMAS ini belum terwujud. Di bidang akademik dan non akademik saya rasa tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Kita lihat saja bidang akademik tidak ada kemajuan yang jelas, non akademik juga sama kondisinya,” ungkap Novi.
Ke depannya, mahasiswa berharap agar Dekanat bisa lebih baik dari sebelumnya. ”Dekanat bisa lebih kreatif dan inovatif untuk mengembangkan FISIP, mengenai jaringan alumni juga dikuatkan dulu, karena para alumni ini adalah aset besar FISIP yang bisa dimanfaatkan,” kata Novi.
Bahkan di sisi lain Supriyadi pun tak tahu kapan FISIP EMAS akan terwujud. ”Saya sendiri juga belum bisa menentukan kapan FISIP EMAS terwujud. Fondasi FISIP EMAS ini mulai saya terapkan misalnya dengan penertiban dan pendisiplinan dosen, karyawan dan mahasiswa sehingga ini bisa menjadi salah satu cara saya untuk mencapai FISIP EMAS itu,” tegasnya.
Semoga saja dengan adanya masukan ataupun keluhan dari mahasiswa, pihak Dekanat melakukan perbaikan guna mewujudkan FISIP EMAS dan menjadikan FISIP lebih baik lagi kedepannya. Menjaring aspirasi mahasiswa dapat menjadi salah satu cara untuk melakukan pembenahan. “Aspirasi dari mahasiswa dan Jurusan harus didengar dan disatukan serta diadakan dialog terbuka agar semua permasalahan jelas dan tidak menimbulkan perdebatan, dan saya harap arus informasi dari Dekanat diperbaiki agar tidak membingungkan mahasiswa,” ujar Kukuh.
Tidak jauh berbeda dengan Kukuh, Anas pun juga berharap untuk pengambilan dan pelaksanaan kebijakan, diharapkan Dekanat agar lebih sering mengadakan hearing dengan mahasiswa. ”Saya harap Dekanat lebih sering melakukan hearing agar setiap kebijakannya tidak merugikan pihak yang lainnya,” ungkapnya. (Alina, Wynna, Imas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar