Tampilkan postingan dengan label Berita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Berita. Tampilkan semua postingan

Senin, Oktober 08, 2012

Pentingnya Kewaspadaan akan Pencurian di Kos Mahasiswa


Mahasiswa yang mengambil studi di luar kota pastilah memilih menyewa tempat tinggal atau lebih lazim dikenal dengan kos, baik itu berjangka bulanan maupun tahunan. Kos merupakan kebutuhan utama mahasiswa luar kota untuk dapat bertahan di lingkungan baru tanpa pengawasan dari orang tua. Sangat mudah menemukan kos-kosan mahasiswa di daerah sekitar kampus seperti contohnya di daerah sekitar kampus Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

Jumat, September 19, 2008

Menilik Satu Tahun Kinerja Dekanat

Dekan terpilih periode 2007-2011 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta tepat satu tahun menjabat pada 16 Mei 2008. Dalam satu tahun kinerjanya, sejumlah mahasiswa belum merasakan adanya progres yang berarti terhadap FISIP.

Novi Kurniawati, mahasiswa Ilmu Administrasi Negara (AN) 2005 ketika ditemui di depan gedung Keluarga Mahasiswa (KM) FISIP (13/6) mengungkapkan bahwa selama satu tahun ini Dekanat sudah melakukan perbaikan di FISIP, tetapi masih belum terasa progress-nya. ”Di Bidang I saja masih belum jelas kurikulum yang dipakai, Bidang II meskipun sudah ada pembenahan sarana prasarana, tetapi kebersihan belum terwujud. Bidang III soal jaringan alumni FISIP juga belum kuat,” tambahnya

Masih menurut Novi, selama ini Dekanat dirasa kurang menyerap aspirasi mahasiswa dan berimbas pada kurang terinternalisasikannya visi dan misi mereka. Senada dengan Novi, Dian Kukuh Purnandi, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2006 ketika diwawancarai Acta Diurna (16/6) di aula FISIP menyatakan, secara umum kinerja Dekanat sudah cukup baik meskipun masih ada beberapa kekurangan.

”Manajerial dan prasarana sudah baik, misalnya saja pembagian job desk birokrasi FISIP dan ruang perpustakaan yang tertata disertai AC, dan peraturan ujian yang sudah tegas. Namun masih ada kekurangan, seperti pernyataan yang berbeda dari dekan maupun pembantu dekan yang lain sehingga membingungkan mahasiswa. Ini berarti arus informasi dari Dekanat masih kurang,” ungkapnya.

Hal senada juga diungkapkan Mufti Anas mahasiswa AN 2005 ketika ditemui pada Rabu (18/6), bahwa kinerja Dekanat satu tahun pertama masih perlu perbaikan. ”Sebenarnya sudah cukup bagus, namun dalam pelaksanaan kebijakan masih kurang melibatkan mahasiswa, padahal mahasiswa adalah objek dari kebijakan tersebut,” ujarnya.

Dekanat: Sudah Lakukan Pembenahan
Menanggapi mahasiswa yang menyatakan bahwa Dekanat belum memiliki progress yang berarti, Dekan FISIP Drs. Supriyadi, SN. SU yang ditemui di ruangannya (14/6) mengatakan, ”Kami baru menjabat satu tahun, jadi memang masih ada kekurangan di sana-sini yang semuanya itu terbentur pada masalah waktu dan biaya, sehingga progres masih belum terlihat jelas.”

Sedangkan untuk internalisasi visi dan misi yang dikeluhkan mahasiswa, Supriyadi mengaku sudah memberikan solusi melalui sharing dan diskusi dengan mahasiswa. ”Saya sering diundang sharing dan diskusi dengan mahasiswa, yang dari sinilah saya menyerap aspirasi mereka untuk kemudian saya gunakan dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan,” ujarnya.

Kurangnya kesadaran baik dari dosen, karyawan, dan mahasiswa diakui Supriyadi juga menjadi salah satu kendala dalam melaksanakan program kerjanya. ”Ketika dosen, karyawan, dan mahasiswa menyadari akan peran dan tanggung jawab mereka, saya pikir program kerja ini akan berjalan lancar,” ujar Supriyadi.

Menanggapi pernyataan dari Supriyadi, Wahyu Setya Budi mahasiswa Ilmu Komunikasi 2005 ketika ditemui di Public Space (24/6) mengatakan bahwa mahasiswa jangan terlalu disalahkan. ”Bagaimana yang di belakang, tergantung yang di depan. Bagaimana mahasiswa, tergantung pihak Dekanat dalam memimpin,” ujarnya.
Budi juga mengatakan bahwa sharing yang diadakan pihak Dekanat hanya dilakukan pada awal kinerjanya saja, selanjutnya tidak ada tindak lanjut lagi. Ia pun menambahkan bila masalah biaya dan waktu seharusnya tidak menjadi kendala. ”Seharusnya biaya tidak dijadikan permasalahan karena mereka tidak bekerja kepada mahasiswa melainkan mengabdi kepada mahasiswa, kalau kerja kan kepada negara,” tuturnya.

Selain Budi, Arnold Meka mahasiswa AN 2005 ketika ditemui di gedung KM (24/6) menyatakan bahwa seharusnya Dekanat jangan menyalahkan mahasiswa, tapi lebih introspeksi dengan apa yang sudah Dekanat berikan untuk mahasiswa. ”Harmonisasi antara dekan dan pembantu dekan dalam pelaksanaan kebijakan saja masih kurang padahal kinerja Dekanat belum bisa dimulai tanpa tim yang solid,” tambahnya.

Pernyataan mengenai salah satu kendala dalam mewujudkan program kerja Dekanat yang berasal dari mahasiswa juga dibenarkan oleh Suyatmi. Ketika ditemui di ruangannya (13/6) ia menyatakan kendala yang dibidanginya justru dari mahasiswa sendiri. ”Susah sekali menggerakkan mahasiswa, apalagi untuk terlibat dalam lomba-lomba ilmiah,” paparnya.

Menyikapi pernyataan Suyatmi, Arnold mengatakan bila mahasiswa tidak sepenuhnya bersalah dalam hal ini. ”Dekanat masih kurang dalam mensosialisasikan kegiatan-kegiatan ilmiah, jadi jangan terus menyalahkan mahasiswa, apalagi hanya segelintir dosen saja yang mengarahkan mahasiswa untuk melakukan kegiatan ilmiah seperti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM),” ungkapnya.

Sedangkan terkait dengan kebersihan yang dipermasalahkan mahasiswa, PD II Drs. Marsudi M.S menyatakan mahasiswa lah yang kurang bertanggung jawab dalam penggunaan fasilitas yang disediakan. ”Seharusnya mahasiswa bisa menjaga fasilitas yang sudah ada, misalnya tidak mencoret-mencoret dinding dan kursi,” tegasnya.
Menjawab tentang penjagaan kebersihan fasilitas kampus, Arnold pun mengiyakan bila kesadaran mahasiswa masih kurang. ”Memang kesadaran mahasiswa dalam menjaga kebersihan masih kurang, tapi saya harap perawatan kebersihan fasilitas kampus untuk mahasiswa dan birokrat tidak dibedakan,” ujarnya.

FISIP EMAS Entah Kapan Akan Terwujud
Salah satu Visi Dekanat adalah menuju FISIP EMAS (Acta Diurna No 6/VII/2007). Namun, melihat banyaknya keluhan dari mahasiswa untuk tahun pertama kinerja Dekanat, ternyata menyisakan tanda tanya di benak mahasiswa tentang kapan terwujudnya FISIP EMAS tersebut.

FISIP EMAS seperti yang dicita-citakan Supriyadi yaitu keadaan masyarakat kampus yang ideal dan harmonis di bidang akademik dan non akademik, menurut mahasiswa ternyata juga belum terealisasi.

”Menurut saya FISIP EMAS ini belum terwujud. Di bidang akademik dan non akademik saya rasa tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Kita lihat saja bidang akademik tidak ada kemajuan yang jelas, non akademik juga sama kondisinya,” ungkap Novi.
Ke depannya, mahasiswa berharap agar Dekanat bisa lebih baik dari sebelumnya. ”Dekanat bisa lebih kreatif dan inovatif untuk mengembangkan FISIP, mengenai jaringan alumni juga dikuatkan dulu, karena para alumni ini adalah aset besar FISIP yang bisa dimanfaatkan,” kata Novi.

Bahkan di sisi lain Supriyadi pun tak tahu kapan FISIP EMAS akan terwujud. ”Saya sendiri juga belum bisa menentukan kapan FISIP EMAS terwujud. Fondasi FISIP EMAS ini mulai saya terapkan misalnya dengan penertiban dan pendisiplinan dosen, karyawan dan mahasiswa sehingga ini bisa menjadi salah satu cara saya untuk mencapai FISIP EMAS itu,” tegasnya.

Semoga saja dengan adanya masukan ataupun keluhan dari mahasiswa, pihak Dekanat melakukan perbaikan guna mewujudkan FISIP EMAS dan menjadikan FISIP lebih baik lagi kedepannya. Menjaring aspirasi mahasiswa dapat menjadi salah satu cara untuk melakukan pembenahan. “Aspirasi dari mahasiswa dan Jurusan harus didengar dan disatukan serta diadakan dialog terbuka agar semua permasalahan jelas dan tidak menimbulkan perdebatan, dan saya harap arus informasi dari Dekanat diperbaiki agar tidak membingungkan mahasiswa,” ujar Kukuh.

Tidak jauh berbeda dengan Kukuh, Anas pun juga berharap untuk pengambilan dan pelaksanaan kebijakan, diharapkan Dekanat agar lebih sering mengadakan hearing dengan mahasiswa. ”Saya harap Dekanat lebih sering melakukan hearing agar setiap kebijakannya tidak merugikan pihak yang lainnya,” ungkapnya. (Alina, Wynna, Imas)

Mahasiswa Tak Rela Lepas Osmaru

Berdasar Surat Keputusan (SK) Rektor No. 299/H27/HK.KM/2008, sistem pelaksanaan Orientasi Studi Mahasiswa Baru (OSMARU) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, bulan Agustus mendatang akan mengalami perubahan. Perubahan ini terlihat dari konsep acara serta materi OSMARU yang lebih bersifat akademik.

Mengenai turunnya SK Rektor ini, Pembantu Dekan (PD) III sekaligus Ketua Panitia OSMARU Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNS 2008 Dra. Suyatmi, MS. berpendapat. ”Alasan turunnya kebijakan baru ini karena adanya laporan dari tim monitoring OSMARU bahwa materi OSMARU dari mahasiswa melenceng dari nilai etika dan norma akademik SK Rektor,” paparnya.

Dari segi etika, berdasar pantauan tim monitoring, terdapat fakultas yang melakukan OSMARU menjurus ke pembodohan. “Misalnya, ada fakultas yang menyuruh mahasiswa barunya memakai kaos kaki selen, rambut yang dikuncir tidak teratur, ada yang masih membentak-bentak mahasiswa baru, ini tidak berhubungan dengan intelektual,” tandas Suyatmi.

Sedangkan penyimpangan norma akademik, Suyatmi mengeluhkan minimnya alokasi waktu untuk penyampaian materi Bidang I Akademik yang hanya 20 menit. “Dengan waktu sesempit ini, membahas Bidang I misalnya sistem siakad, tidak efektif.” Bahkan menurutnya, materi dan waktu dalam OSMARU yang dibuat mahasiswa tahun-tahun lalu lebih didominasi oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).

“Sehingga, setelah mereka menjadi mahasiswa, mereka tidak tahu bagaimana dan apa Sistem Kredit Semester (SKS), bahkan apa itu Pembimbing Akademik (PA), bagaimana kehidupan di perguruan tinggi mereka tidak tahu. Mereka juga tidak paham bagaimana menyelesaikan studi dengan cepat,” tambahnya.

Terkait dengan adanya pemberitaan penyimpangan OSMARU, untuk FISIP sendiri dinyatakan tidak terjadi penyimpangan. Hal ini disampaikan salah seorang anggota Dewan Mahasiswa (Dema) FISIP Wahyu yang juga turut menjadi tim monitoring OSMARU 2007. “Saya tidak menemukan adanya kasus kekerasan dan pembodohan di OSMARU 2007. Bahkan di lembar evaluasi tim monitoring juga tidak tercantum tentang laporan penyimpangan tersebut,” tegasnya.

Meskipun di FISIP tidak terjadi penyimpangan OSMARU, PD I FISIP Drs. Priyanto Susiloadi, M. Si. , selaku perwakilan FISIP dalam Rapat Bersama Pembantu Rektor (PR) I dan PR III UNS, yang membahas perbaikan SK OSMARU terbaru pada April lalu menyatakan persetujuannya dengan SK Rektor tersebut. “Dalam rapat ini, saya menempatkan diri bukan atas nama fakultas saja, tetapi atas nama universitas. Sehingga, saya mendukung kebijakan universitas dalam mengeluarkan SK OSMARU baru,” ujarnya.

Reaksi Ormawa
Menanggapi kebijakan baru ini, para pegiat Ormawa yang tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di FISIP tidak tinggal diam. Mereka mengadakan pertemuan antar Keluarga Mahasiswa (KM) pada Rabu (14/5) untuk membahas tentang OSMARU 2008 dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP UNS sebagai fasilitatornya.

Forum ini dihadiri oleh beberapa Ormawa, seperti Kine Klub, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), LPM VISI, dan Dema. “Dalam pertemuan ini, teman-teman UKM merasa tidak terima karena kurang dilibatkan dalam kepanitiaan OSMARU yang lebih didominasi fakultas,” jelas Menteri Dalam Negeri (Mendagri) BEM FISIP UNS Novi Kurniawati.

Dari pertemuan antar UKM tersebut menghasilkan dua pernyataan sikap. “Pertama, mahasiswa menuntut agar dilibatkan secara full dalam kepanitiaan OSMARU, baik secara teknis maupun konsep. Yang kedua, teman-teman UKM diberikan wadah untuk sosialisasi di OSMARU. Sebab dalam jadwal dan materi OSMARU yang dibuat oleh pihak universitas, sosialisasi UKM fakultas hanya akan ditampilkan dalam bentuk display saja, hal ini tidak disetujui oleh teman-teman UKM,” papar Novi.

Tuntutan ini dilatarbelakangi karena PD III hanya melibatkan 20-30 mahasiswa yang masuk dalam kepanitiaan serta tidak dilibatkannya mahasiswa dalam merumuskan konsep acara OSMARU. “Kita (mahasiswa-red) hanya ditawari untuk masuk ke dalam kepanitiaan, dilibatkan hanya secara teknis saja, “ tambah Novi.

Selain itu, menurut Novi, bila dilihat dari jadwal dan materi OSMARU 2008, pihak fakultas hanya akan memberikan materi yang bersifat akademis saja seperti materi tentang visi misi UNS. “Seharusnya akademis ditafsirkan bukan hanya pemberian materi saja, tetapi yang lebih kreatif, tidak hanya satu arah,” imbuhnya.

Pandangan Novi, di luar materi akademis masih ada hal yang penting untuk disampaikan dalam OSMARU nantinya. ”Seperti diskusi dan organisasi, inilah yang ingin mahasiswa tampilkan, bukan akademis saja. Bukan hanya kuliah tetapi ikut berorganisasi, pengabdian kepada masyarakat. Dan hal-hal seperti ini yang akan kita perjuangkan dalam konsep acara OSMARU,” kata Novi.

Menjawab opini dari pegiat Ormawa yang merasa tidak dilibatkan, Rabu (21/5) Suyatmi turut angkat bicara. “Sebenarnya, mahasiswa juga masih berperan dalam kepanitiaan. Justru fakultas ingin mengarahkan mahasiswa dalam mengorganisir OSMARU,” tandasnya. Menurutnya, mahasiswa akan dimasukkan ke dalam lima bidang. Diantaranya, bidang kesekretariatan (5 orang), acara (12 orang), konsumsi (3 orang), Pertolongan Pertama pada Kecelakaan/P3K (6 orang), dan tim monitoring (3 orang). “Semua UKM memiliki kesempatan yang sama untuk masuk ke dalam kepanitiaan. Dema dan BEM yang diberi wewenang untuk mencari panitia dari mahasiswa,”ujarnya.

Audiensi Mahasiswa dan Dekanat
Setelah sempat gagal melakukan pertemuan bersama, akhirnya Jumat (30/5) di Gedung Keluarga Mahaisiwa (KM), mahasiswa menggelar pertemuan dengan pihak Dekanat yang diwakili Suyatmi. Dalam pertemuan yang dihadiri beberapa perwakilan dari UKM FISIP, pihak mahasiswa menyampaikan tuntutan agar diberi kewenangan membentuk panitia informal dalam OSMARU tanggal 21-23 Agustus 2008 mendatang, serta keterlibatan dalam pembuatan konsep acara OSMARU.

Menanggapi tuntutan dari mahasiswa, Suyatmi, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (4/6), menyetujui usulan tersebut. “Hanya saja, sebenarnya Dekanat meminta 29 mahasiswa sebagai panitia yang tercatat dalam SK OSMARU. Bila jumlahnya lebih dari itu, sebenarnya tidak efektif. Namun, bila mahasiswa meminta jumlah yang lebih, mereka tetap bisa jadi panitia tetapi jumlah diluar 29 orang tidak masuk dalam SK Dekan,” tegasnya.

Selain itu, Suyatmi juga menerima tuntutan mahasiswa untuk ikut berpartisipasi membentuk konsep acara dalam penyampaian materi. ”Dekanat masih memiliki kepercayaan kepada mahasiswa, jadi mahasiswa diberi kebebasan membentuk konsep acara yang lebih kreatif, lalu diajukan ke saya. Baru kemudian diadakan rapat bersama seluruh panitia OSMARU untuk membahasnya,” katanya.

Akan tetapi, ia menambahkan, bila penyampaian acara materi tidak boleh keluar dari acuan yang diberikannya. ”Kebebasan membuat konsep acara ini khusus bidang III (Kemahasiswaan) saja dan penyampaiannya nanti tidak boleh keluar dari buku pedoman Kemahasiswaan Universitas,” tegasnya. Sedangkan untuk penyampaian materi pada bidang I (Akademik), Suyatmi menegaskan tidak akan ada keterlibatan mahasiswa, dengan kata lain disampaikan langsung oleh Priyanto selaku pengampu bidang ini dengan dibantu oleh dosen yang berkompeten.

Menanggapi tuntutan mahasiswa mengenai sosialisasi UKM yang hanya berupa display, Suyatmi memberikan saran. ”Untuk sosialisasi UKM, mereka bisa membuat stand-stand di luar aula dan nantinya mahasiswa baru bisa diberi waktu untuk mengunjungi stand-stand itu. Sebenarnya pengenalan UKM melalui layar juga sudah efektif,” terangnya. Di sisi lain, pihak mahasiswa yang diwakili oleh Novi pun akhirnya menyepakati usulan Suyatmi. ”Mengenai display UKM, mau dibentuk seperti apa itu diserahkan kepada mahasiswa konsepnya. Karena itulah akhirnya kami ( UKM-red) menyepakati usulan tersebut,” jawabnya.

Setelah tuntutan dari mahasiswa dipenuhi, pihak BEM segera melakukan persiapan. “Untuk merekrut panitia dari mahasiswa, kita akan melakukan proses rekruitmen dengan proses fit and proper test, yaitu melalui screening. Dan hingga saat ini, Kamis (19/6) telah terbentuk kepanitiaan mahasiswa yang terdiri dari 10 Steering Committee (SC) dan 56 Organizing Committee (OC), yang selanjutnya akan membahas konsep pelaksanaan acara OSMARU lebih lanjut ” papar Novi.

Agar terjalin koordinasi yang baik dalam pelaksanaan acara OSMARU mendatang, Suyatmi mengharapkan adanya kerjasama seluruh komponen fakultas. ”Mahasiswa jangan mengabaikan pihak dosen, Dekanat, dan staf administrasi selaku panitia dari fakultas. Sebaliknya, staf administrasi, dosen, dan Dekanat tetap menghargai dan mengharapkan mahasiswa, agar mahasiswa dapat menjadi contoh bagi mahasiswa baru,” ujar Suyatmi. (Putri,Nosi,Laura)

Minggu, Mei 18, 2008

Menyoal PKM di FISIP yang Sepi Peminat

Minimnya minat mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dalam mengikuti kegiatan ilmiah dikeluhkan oleh banyak pihak. Adanya Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) sebagai salah satu ajang pengembangan kreativitas ditanggapi hanya sebatas angin lalu oleh sebagian mahasiswa FISIP. Bahkan sebagian dari mereka tidak mengetahui tentang PKM itu sendiri. Sosialisasinya pun cenderung dirasa masih kurang.

“PKM itu apa?” itulah ungkapan mahasiswa Sosiologi 2006 FISIP UNS Salami ketika ditanya mengenai PKM pada Jumat (28/3) di depan ruang dosen Sosiologi. Dia sama sekali tidak mengetahui hal tersebut bahkan itu kali pertama dia mendengarnya. Bukan hanya Salami, sejumlah mahasiswa FISIP mengeluhkan kurangnya sosialisasi tentang PKM di FISIP, sehingga berpengaruh pada minat mereka dalam mengikutinya.

Seperti yang diakui mahasiswa Ilmu Administrasi Negara (AN) 2005 Kurniawati saat ditemui di Jembatan Asmara, Jumat (28/3), “Sebenarnya saya pengen ikut, cuma penempelan selebarannya itu mepet.” Mahasiswa Sosiologi 2007 Ardi Maulana juga merasakan bahwa sosialisasi tentang PKM dirasa masih kurang. Sependapat dengannya, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2007 Mia Ajeng Yulivia juga mengatakan hal yang sama. “Kayaknya sosialisasinya kurang, belum banyak yang tahu juga,” ungkap Mia.

Inilah beberapa gambaran tentang tanggapan mahasiswa terhadap PKM di FISIP. Dalam buku informasi bidang kemahasiswaan, PKM berada di bawah naungan Unit Pengembangan Kreatifitas dan Penalaran Mahasiswa (UPKPM) Student Center (SC) UNS.

PKM merupakan wahana untuk menumbuhkembangkan kreatifitas, sikap ilmiah, sikap profesional, sikap peduli serta peka terhadap masyarakat dan lingkungan. PKM bertujuan memberikan peluang kepada mahasiswa untuk mengembangkan kemandirian melalui kegiatan yang kreatif, sebagai bekal pembentukan pribadi yang unggul sesuai profesinya.
Masih dalam buku tersebut, hasil yang diharapkan berupa temuan kreatif mahasiswa yang dapat menunjang pelaksanaan pembangunan di lingkungan kampus, perkotaan, dan pedesaan. Ruang lingkup PKM yaitu PKM Penelitian (PKMP), PKM Penerapan Teknologi (PKMT), PKM Kewirausahaan (PKMK), PKM Pengabdian pada Masyarakat (PKMM) dan PKM Penulisan Ilmiah (PKMI).

Kemahasiswaan : Sosialisasi Sudah Ada
Ketika dikonfirmasi Acta Diurna mengenai sosialisasi PKM di FISIP, Kepala Bagian Kemahasiswaan FISIP Okta Triswantara, S.IP mengaku telah melakukan sosialisasi. Ia melakukannya dengan menempel selebaran yang berasal dari SC pusat di papan pengumuman. Ia juga menambahkan baru tahun ini pihaknya melakukan sosialisasi dengan road show.

Acara tersebut bertajuk Road to PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) yang diadakan oleh UPKPM pada 14 Februari 2008 bertempat di Aula FISIP UNS. Menurut Okta, minat mahasiswa sendiri kurang dalam menghadiri road show tersebut. “Dari seratus mahasiswa yang diharap menghadiri sosialisasi PKM, hanya 45 yang hadir,” papar Okta saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (27/3).

Senada dengan pendapat Okta, Pembantu Dekan (PD) III Dra. Suyatmi M.S, saat ditemui di ruang Dekanat, Selasa (1/4), mengatakan sosialisasi dengan penempelan dirasa kurang efektif. “Sosialisasi juga dilakukan dengan road show karena kalau sosialisasi tersebut hanya sebatas di papan-papan pengumuman dirasa kurang efektif,” jelas Suyatmi.

Menanggapi PKM di FISIP, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2006 Dian Kukuh Purnandi menyatakan sosialisasi memang sudah ada. Namun, kata Kukuh, kendalanya justru terletak pada mahasiswa itu sendiri yang kurang aktif dalam mencari informasi. “Informasi sebenarnya sudah ada melalui papan pengumuman. Namun letaknya tidak strategis, penampilannya juga kurang menarik.” Ujar Kukuh.

Sedikitnya mahasiswa FISIP yang mengikuti PKM dibenarkan oleh Ketua Jurusan (Kajur) Ilmu Komunikasi Dra. Prahastiwi Utari, P.hD saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (1/4). “Sedikitnya mahasiswa yang ikut PKM itu karena kurangnya informasi,” ujarnya.

Prahastiwi sudah melakukan berbagai inisiatif untuk merangsang minat mahasiswa dalam mengikuti PKM, seperti pemberian insentif bagi proposal yang diajukan ke Jurusan. Menurutnya, itu sebuah penghargaan dan perhatian khusus dari jurusan untuk mahasiswa.
Keaktifan mahasiswa dalam mengikuti PKM sebenarnya memberi banyak dampak positif. Masih penuturan Prahastiwi, “Ikut PKM banyak keuntungannya, ambil pengalaman sebagai team work. Selain itu juga belajar membuat proposal agar kedepannya skripsi lancar.”

Prahastiwi sangat menekankan bahwa kunci keberhasilan mengikuti PKM adalah karena adanya komitmen yang tinggi dari dosen dan mahasiswa. Namun, ia juga mengaku bahwa tidak banyak dosen Ilmu Komunikasi yang konsen dengan PKM. “Untuk membimbing PKM butuh waktu khusus dan interes dari masing-masing dosen. Kalau memang ada waktu dan punya interes terhadap bidang yang dikerjakan oleh mahasiswa, ya dosen bisa membimbing,” jelas Prahastiwi.

Suyatmi juga mengungkapkan keprihatinan tentang sedikitnya mahasiswa FISIP yang mengikuti PKM bila dibandingkan dengan tiga atau empat tahun yang lalu. “Hal ini disebabkan karena mayoritas staf pengajar meneruskan studinya, sehingga kurang maksimal dalam membimbing mahasiswa,” ungkapnya.

Kajur AN Drs. Sudharto, M.Si saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (4/4), berpendapat hal yang paling mendasar dari keaktifan mahasiswa dalam mengikuti PKM adalah minat baca. Menurutnya jika minat bacanya bagus maka secara otomatis mahasiswa akan aktif dalam kegiatan-kegiatan kreatifitas seperti PKM ini.

Pihaknya juga merasa prihatin dengan fenomena menurunnya minat mahasiswa terhadap PKM. “Mahasiswa semangat kalau demonstrasi, tapi kalau ikut PKM kok nggak ada semangatnya,” tandas Sudharto.

Salah satu tim UPKPM yang sekaligus dosen AN Drs. Sonhaji M. Si, juga menyatakan kurangnya animo mahasiswa terhadap adanya PKM. Sosialisasinya pun menurut Sonhaji juga masih kurang.

Solusi : Perlu Ditingkatkan lagi
Sebagai antisipasi dalam mengatasi animo mahasiswa FISIP yang belum optimal dalam mengikuti PKM, Sonhaji memberikan contoh. “Di Fakultas MIPA ada salah satu dosen yang juga anggota UPKPM yang mewajibkan mahasiswanya untuk menulis proposal,” ungkapnya.

Untuk mengejar ketertinggalannya dari Komunikasi dan Sosiologi yang telah lebih dulu terlibat jauh dalam PKM, pihak AN punya solusi tersendiri. Solusi itu, kata Sudharto, yaitu dengan mengadakan workshop untuk peralihan dana-dana hibah. “Workshop ini berwujud kegiatan seperti pengenalan, pelatihan serta pengangkatan isu-isu sebagai gambaran sebelum mahasiswa ikut serta dalam PKM,” paparnya.

Sedangkan menurut Kajur Sosiologi Dra. Hj. Trisni Utami, M. Si, menghimbau kepada setiap dosen agar melibatkan mahasiswa dalam penelitiannya. “Dengan demikian, kalau di FISIP ada 90 dosen maka akan ada juga 90 penelitian dari mahasiswa,” tutur Trisni saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (3/4).

PD III juga menghimbau para Ketua Jurusan untuk mensosialisasikan PKM kepada para dosen yang diteruskan pada mahasiswa. Diharapkan mereka melakukan kerjasama dengan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) untuk melakukan pembinaan secara rutin. Misalnya, kata Suyatmi, dengan melakukan penjelasan dan training sehingga hal ini akan berpengaruh besar terhadap kreatifitas mahasiswa.

Di sisi lain mahasiswa berharap agar sosialisasi PKM lebih ditingkatkan lagi. “Sosialisasi PKM ditingkatkan saja lebih dulu, biar mahasiswa banyak yang ikut,” harap Mia. Namun Kukuh juga mengatakan mahasiswa sebaiknya harus aktif mencari informasi. Ia juga berharap pihak jurusan lebih mendukung kegiatan ilmiah seperti PKM ini. (Nosi, Alina, Latif)

Keterangan Tambahan:
Dari data yang berhasil dihimpun Acta Diurna dari Kemahasiswaan Pusat, menunjukkan sedikitnya minat mahasiswia FISIP dalam mengikuti PKM dibanding dengan fakultas lain. Berikut hasilnya:
Proposal PKM DIPA UNS 2008

Fakultas PKMM PKMP PKMK PKMT Jumlah
Kedokteran 6 17 0 0 23
MIPA 5 45 1 16 67
KIP 18 15 0 2 35
Ekonomi 2 2 0 0 4
Sastra dan Seni Rupa 4 20 0 0 24
ISIP 7 9 1 0 17
Teknik 4 15 1 2 22
Hukum 2 2 1 0 6
Pertanian 23 36 12 0 71
Jumlah 71 162 16 20 269

Kamis, April 10, 2008

Drama Relokasi Dapur VISI

Permintaan pemindahan Sekretariat Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) VISI Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta oleh Sekretaris Jurusan (Sekjur) Administrasi Negara (AN) berbuntut keresahan dari para pengurus LPM VISI. Pasalnya, permintaan itu dinilai tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Nur Heni Widyastuti, Pemimpin Umum LPM VISI, tak menyangka hari itu, Rabu (20/2), akan ada kabar “memilukan” bagi dia dan organisasi yang ia pimpin. Hari itu, dari seorang stafnya ia mendengar kabar relokasi Sekretariat LPM VISI atau sering disebut sebagai “Dapur VISI”. Keesokan harinya, sekitar pukul 11.30 WIB, ia menghadap Sekjur AN Drs. Agung Priyono, M.Si guna membicarakan masalah tersebut.

Dalam pertemuan itu, Agung menyampaikan bahwa Jurusan AN berencana melakukan perluasan kantor. Alasannya, ada satu dosen yang baru saja pulang dari luar negeri dan dua dosen baru yang belum mendapatkan meja. Selain untuk tambahan ruangan bagi dosen, tambahan ruangan itu juga diperuntukkan bagi pengelola terbitan yang akan dikeluarkan Jurusan AN.

Perluasan Kantor Jurusan AN, kata Agung, akan “memakan” ruang yang selama ini ditempati oleh LPM VISI. Perihal perluasan ini menurutnya sudah ia bicarakan dengan Pembantu Dekan II FISIP UNS. Karena itulah, ia meminta LPM VISI bersedia pindah dari ruangannya dan menempati ruang baru di ujung Jembatan Asmara FISIP UNS.
Agung juga mengklaim bahwa ruangan yang selama ini dipakai LPM VISI sebagai sekretariat adalah milik Jurusan AN. Karenanya, wajar bila Jurusan AN “meminta” ruangan itu kembali.

Mendengar permintaan Agung, Heni menjawab, “Ya nanti akan kami bicarakan dulu masalah ini dengan kawan-kawan pengurus LPM VISI, Pak.” Tapi, Agung justru menjawab, “Lho kenapa mesti dibicarakan lagi?” Ia juga meminta LPM VISI secepat mungkin “angkat kaki” dari sekretariatnya karena minggu depan dosen dari luar negeri sudah pulang.

Agung mengatakan bahwa Jurusan AN ingin membicarakan hal tersebut secara baik-baik dan bersedia membantu proses pemindahan itu. Namun ia juga menambahkan bahwa bila masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan cara baik-baik, LPM VISI bisa diberi surat peringatan. Menurut Heni, Agung bahkan sempat berkata akan menggunakan cara “pemaksaan” untuk menyelesaikan persoalan pemindahan ini.

Heni ngotot tetap tak mau pindah dalam waktu dekat. “Minggu depan, kami akan ada seminar nasional, jadi tak mungkin pindah dalam waktu dekat, Pak,” katanya waktu itu. Agung pun mengiyakan dan menjawab, “Ini hanya soal waktu, Mbak.”
Dekan: Perluasan Kantor AN Belum Resmi

Setelah pertemuan antara Heni dan Agung berakhir, dua anggota LPM VISI Rizky Pratama dan Haris Firdaus, langsung mengklarifikasi hal tersebut pada pihak Dekanat. “Dalam permasalahan ini belum ada permintaan resmi dari Jurusan AN kepada Dekanat. Pembicaraan yang terjadi hanya sebatas obrolan informal,” tegas Dekan FISIP UNS Drs. Supriyadi SN. SU siang itu.

“Tentang omongan Pak Agung, menurut saya hal itu tidak benar. Seharusnya diadakan pembicaraan baik-baik terlebih dulu,” tandas Supriyadi. Ia juga mengatakan, perintah Agung agar LPM VISI segera pindah juga tidak bisa dibenarkan. “Seharusnya ada obrolan baik-baik, dan kalian (Pengurus LPM VISI-red) ditanya butuh waktu berapa lama untuk pindah,” tambahnya.

Dekan menambahkan, Agung sebelumnya tidak pernah melapor kalau dia ingin membicarakan hal ini secara langsung. “Kalau masalah ini menimbulkan ketidakenakan, saya mohon maaf karena dia tidak ngomong terlebih dulu dengan saya,” tutur Supriyadi.

Namun rencana perluasan itu memang dibenarkan Supriyadi. Dia menjelaskan Jurusan AN menginginkan Sekretariat LPM VISI nantinya dijebol untuk dijadikan ruang Ketua Jurusan (Kajur) dan Sekjur AN, sehingga ruangan sebelah timur bisa dijadikan ruang dosen yang baru.

Pembantu Dekan II Drs. Marsudi, M.Si juga membenarkan rencana perluasan Kantor Jurusan AN yang akan memakai Sekretariat LPM VISI. “Hal itu memang benar, karena ada satu dosen yang baru pulang dari luar negeri dan dua dosen baru AN yang belum mendapat meja,” tegasnya saat ditemui di Ruang Dekanat, Jumat (22/2).

Sedangkan Pembantu Dekan I Drs. Priyanto Susilo Adi, M.Si mengatakan tidak tahu menahu tentang perluasan Kantor Jurusan AN. “Soal permintaan Sekjur AN pada LPM VISI, saya tak tahu apakah itu atas dasar inisiatif pribadi atau memang telah ada keputusan resmi dari Dekan,” tuturnya pada Haris dan Heni saat ditemui di Ruang Dekanat, Jumat (22/2).

Mengenai klaim Agung yang mengatakan bahwa Sekretariat LPM VISI itu merupakan milik Jurusan AN, Priyanto mengatakan hal itu tidak benar. Seluruh ruang di UNS, katanya, merupakan milik universitas. “Klaim pemilikan oleh fakultas saja sebenarnya tidak dibenarkan, apalagi klaim milik jurusan atau program studi,” kata dia.
LPM VISI Keberatan

Menanggapi rencana pemindahan sekretariatnya, Heni mengatakan bahwa Pengurus LPM VISI keberatan dengan rencana itu. “Kalau memang Jurusan AN membutuhkan ruang untuk penambahan kantor, kenapa tidak mengambil ruang lain saja yang masih kosong? Kenapa mesti menggunakan ruangan LPM VISI?” paparnya.

Menurutnya, perluasan Kantor Jurusan AN itu bisa dilaksanakan tanpa perlu merugikan pihak lain. “Persoalan ini sebenarnya tak perlu terjadi kalau sejak awal Jurusan AN mau menggunakan ruang lain yang belum terpakai,” tambah dia.

Selain itu, berdasarkan rapat koordinasi Jumat (22/2), LPM VISI juga sangat keberatan dengan sikap Sekjur AN yang berusaha melakukan “penekanan” agar pemindahan itu segera terlaksana. Sekjur AN juga dianggap mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan seperti soal klaim kepemilikan Sekretariat LPM VISI oleh Jurusan AN.

“Perintah” Sekjur AN agar LPM VISI segera pindah dari sekretariatnya juga tidak pas karena keputusan resmi soal perluasan Kantor Jurusan AN dari dekanat belum keluar. Bahkan, surat pengajuan perluasan Kantor Jurusan AN pun, menurut dekan, sampai Kamis (21/2), juga belum diterima dekan.

Persoalan pemindahan ruang di FISIP UNS, seharusnya tidak dilakukan dengan cara-cara “pemaksaan”. Menurut Ema, salah satu Pengurus Urban Crisis And Community Development (UCYD), kepindahan Sekretariat UCYD dulu dilaksanakan secara baik-baik dan melalui pihak dekanat. “Sebelum pemindahan itu, sudah ada pembicaraan terlebih dulu. Kemudian ada surat resmi dari dekan mengenai pemindahan UCYD,” ungkapnya.

Proses yang “baik-baik” dalam pemindahan Sekretariat UCYD itulah yang tak terjadi dalam proses pemindahan Sekretariat LPM VISI. Proses pemindahan Sekretariat LPM VISI ternyata diwarnai upaya-upaya “penekanan” dari pihak tertentu. Menghadapi upaya yang demikian—mengambil kata-kata Penyair Wiji Thukul—barangkali hanya satu kata yang pantas diperdengarkan: “Lawan!” (Haris, Mita)

SK AKREDITASI: UKM Dipertahankan, Digabung atau Dibubarkan

April 2008 mendatang Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) berencana mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang akreditasi setiap Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di FISIP. SK itu nantinya menyisakan pilihan apakah sebuah UKM akan dipertahankan, digabung atau dibubarkan. Rancangan SK tersebut mendapat tanggapan berbeda-beda dari tiap UKM, ada yang pro dan ada pula yang kontra.

Awalnya Dedi Setyo, Ketua Komunitas Musik FISIP (KMF) agak kebingungan ketika dimintai pendapatnya tentang akan adanya SK tersebut. Saat ditemui di sekre KMF pada Jum’at (26/1) ia mengaku belum mengetahui hal itu. Dikarenakan ketika ada sharing antara perwakilan tiap UKM dengan Pembantu Dekan (PD) III di gedung Kegiatan Mahasiswa (KM) pada Rabu (28/11/2007), perwakilan dari KMF tidak ada yang menghadiri. Dalam forum sharing tersebut dari Drs. Suyatmi M.S selaku PD III mengutarakan keinginan untuk melakukan penilaian terhadap kualitas tiap UKM.
Setelah VISI memberikan sedikit penjelasan tentang rencana SK tersebut, Dedi tampak khawatir. Apalagi setelah disinggung mengenai resiko akan adanya penggabungan atau pembubaran UKM yang tidak sesuai dengan kriteria penilaian akreditasi. ”Jujur saya khawatir jika KMF terkena dampak SK tersebut, ” ungkapnya.

Ada Apa dengan SK
Rencana SK tentang akreditasi UKM yang akan dikeluarkan oleh Dekanat tersebut dilatarbelakangi oleh kekhawatiran pihak Dekanat terhadap kelayakan UKM di FISIP. Hal tersebut diungkapkan oleh Dekan FISIP UNS Drs. Supriyadi, S.N., SU saat dikonfirmasi pada Jumat (11/1) di ruang kerjanya. Dekanat tidak menginginkan ada UKM yang hanya mempunyai nama yang nantinya akan menghabiskan dana Ikatan Orang Tua Mahasiswa (IOM) maupun DIPA tanpa menghasilkan kegiatan yang bermanfaat.

Kebijakan ini juga terkait dengan akreditasi fakultas yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN). Suyatmi mengatakan, ”Kegiatan kemahasiswaan juga mendapat penilaian dari BAN dalam akreditasi fakultas, untuk itu perlu adanya peningkatan kualitas kegiatan kemahasiswaan.” Salah satu caranya adalah dengan adanya SK akreditasi UKM. Karena dengan adanya SK tersebut, dapat diketahui UKM mana yang layak untuk terus berjalan atau tidak. “Harapannya, kegiatan kemahasiswaan nantinya akan mendukung terciptanya suasana kampus yang ilmiah, agamis dan sejuk,” tutur Suyatmi ketika ditemui di ruang kerjanya pada Selasa (22/1).

Ketika ditanya mengenai apa saja yang akan dicantumkan dari SK tersebut, pihak Dekanat belum bisa memberi keterangan lebih lanjut karena masih dalam proses pembahasan. Tentunya di dalam SK akreditasi tersebut akan ada kriteria untuk mengakreditasi tiap UKM. Menurut Supriyadi secara garis besar kriteria penilaian yang akan menjadi pertimbangan adalah kepemimpinan, manajemen organisasi, kegiatan, dan cara pemilihan ketua. Sedangkan menurut Suyatmi kriteria penilaian tersebut meliputi keaktifan suatu UKM mengikuti kegiatan ilmiah di kampus, kontribusi prestasi yang telah diberikan, dan kebersihan lingkungan kesekretariatan.

Suyatmi menyatakan kemungkinan akan adanya penggabungan atau pembubaran UKM yang tidak sesuai dengan kriteria akreditasi. Hal senada juga diungkapkan oleh Supriyadi, melalui SK akreditasi ini pihak fakultas dapat menilai sebuah UKM produktif atau tidak. ”Jika UKM tidak produktif, maka akan dilakukan penggabungan UKM. Dan bila tidak bisa digabung maka dengan terpaksa UKM tersebut dibubarkan,” tegasnya.
Pembantu Rektor (PR) III UNS Drs. Dwi Tiyanto, SU membenarkan adanya kebijakan penggabungan UKM yang tidak produktif dengan UKM lainnya. PR III juga menjelaskan bahwa rencana SK akreditasi ini merupakan tanggapan dari Surat Edaran (SE) Rektor UNS yang dikeluarkan tahun 2005. Dalam SE tersebut ada pembatasan jumlah anggota UKM yang tidak boleh kurang dari 50 orang. Keputusan Rektor tersebut dirasa kurang tepat dan akan memberatkan setiap UKM.

PR III lalu mengeluarkan kebijakan baru yang dirasa lebih fleksibel yaitu dengan mengakreditasi UKM yang ada di UNS. Mengenai teknis pelaksanaan akreditasi tersebut, PR III menyerahkan sepenuhnya kepada setiap fakultas termasuk mengenai waktu untuk penerbitan SK akreditasi tersebut.

Saat disinggung mengenai UKM apa saja yang rencananya akan digabung atau akan dibubarkan, PD III mengatakan sudah ada gambaran. Namun belum berani untuk mengungkapkannya sekarang dengan berbagai pertimbangan. ”Ya nanti tunggu waktu yang tepat saja,” ujar Suyatmi.

Suyatmi hanya mencontohkan penggabungan UKM-UKM yang mempunyai bidang yang hampir sama, semisal UKM yang berkaitan dengan bidang olah raga. ”Namun jika ingin berdiri sendiri, UKM tersebut harus menyumbangkan prestasi,” tutur Suyatmi. Saat disinggung mengenai penggabungan UKM keagamaan Suyatmi mengatakan itu tidak mungkin bisa.
Penggabungan tersebut tidak akan serta merta dilakukan begitu saja karena akan dilakukan pembinaan terlebih dahulu. Suyatmi mengatakan, rencananya PD III akan membentuk tim bekerjasama dengan jurusan yang akan melakukan penilaian dan pembinaan terhadap UKM yang ada di FISIP. Sejauh ini, usaha yang dilakukan PD III adalah dengan melalukan sharing dengan perwakilan tiap UKM. Selain itu PD III meminta tiap UKM untuk mengumpulkan program kerja selama satu tahun mendatang.

Pro dan Kontra
Kontra pun muncul di kalangan mahasiswa yang giat beraktivitas di UKM. Seperti yang diungkapkan oleh Dedi Setyo, aktivis KMF yang khawatir jika UKMnya akan mengalami penggabungan atau bahkan pembubaran. Kekhawatiran itu dipicu adanya statement dari PR III mengatakan kegiatan konser musik di kampus akan ditiadakan. Berkaitan dengan statement itu, PR III juga menyatakan tidak akan menambah lagi jumlah UKM yang berhubungan dengan minat dan bakat. ”Tapi masih memungkinkan untuk UKM yang berkaitan dengan bidang akademis. Contohnya UKM penelitian,” tutur PR III.

Begitu juga yang dengan pendapat Ketua Teater SOPO, Eko Novantoro yang khawatir bila SK tersebut akan benar-benar direalisasikan. Eko mengungkapkan bahwa pihak Dekanat terkesan membatasi kegiatan mereka. Menanggapi hal tersebut Suyatmi mengungkapkan bahwa keterbatasan dana membuat sebagian proker UKM tidak dapat direalisasikan.
”Mohon dimaklumi saja karena pada saat ini fakultas sedang kekurangan dana,” ucapnya ketika acara silaturahmi Lembaga Kegiatan Islam (LKI) Jumat (16/2) di kediaman pribadinya.

Pendapat lain diungkapkan mantan Ketua FFC, Bangun Prasetyo saat ditemui di sekretariat FFC pada Jum’at (26/1). Ia menyatakan kurang setuju dengan adanya SK tersebut hanya dilihat dalam masa satu tahun kepengurusan. Karena ia berpendapat setiap UKM mempunyai masa-masa surut dan masa-masa jaya. “Tetapi bila berupa penertiban administrasi, kami lebih setuju,” tuturnya. Menurutnya dengan adanya penertiban administrasi dapat mencegah munculnya UKM yang dikhawatirkan akan menghabiskan dana yang tidak jelas penggunaanya.

Di pihak lain ada beberapa mahasiswa yang menyambut baik rencana kebijakan Dekanat ini, salah satunya oleh Himpunan Mahasiswa Komunikasi (HIMAKOM). Ketua HIMAKOM, Eko Setyawan saat ditemui di sekretariat Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) VISI Rabu (23/1) mengungkapkan bahwa sangat setuju dengan rencana akreditasi tersebut. ”UKM yang tidak produktif sebaiknya dihapus saja daripada mengurangi jatah IOM untuk UKM yang lain yang produktif,” tutur Eko.

Begitu juga dengan Ketua Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara (HIMAGARA), Arnold Meka yang mengungkapkan keberpihakannya terhadap SK tersebut ketika ditemui Jumat (25/1) di gedung KM. Arnold menambahkan HMJ tidak merasa khawatir jika kebijakan tersebut direalisasikan. “Karena kami yakin bahwa HMJ tidak akan dihapuskan, karena pihak jurusan membutuhkan wadah untuk berhubungan dengan mahasiswa jurusan,” tambah Arnold.

Pendapat yang sama juga diutarakan oleh Ketua KINE Klub, Adhimas Meditra yang juga menyambut baik dengan adanya rencana SK akreditasi tersebut. “Namun jika memang ada yang akan digabung, menurut saya sepertinya sulit jika UKM itu mempunyai karakteristik berbeda, sebaiknya UKM yang tidak produktif dihapuskan saja,” tuturnya.
Ketua UKM bola Maradensa Ahmad Siregar setuju dengan adanya rencana SK tersebut ”Kami menyetujui dengan adanya SK tersebut sebatas kriteria akreditasinya jelas,” ungkapnya Rabu (13/2) di sekretariat LPM VISI. Tetapi, Densa tidak setuju dengan tindak lanjut dari SK tersebut yaitu penggabungan UKM. Menurutnya susah untuk menggabungkan UKM walaupun bidang yang ditekuni ada kesamaan.

”Sebaiknya UKM yang tidak produktif tersebut dapat menunjukkan eksistensi diri mereka melalui prestasi yang akan menjadi pertimbangan pihak Dekanat untuk tidak menggabungkan atau bahkan membubarkan UKM,” saran Densa. Selain itu setiap UKM paling tidak menyelipkan kegiatan akademis dalam setiap prokernya. Seperti usaha yang dilakukan oleh KMF yang juga menyelenggarakan seminar atau work shop di tahun 2006 dan di kepengurusan kali ini. (Ansyor, Laura, Ratna, Hafizh)

Rabu, April 09, 2008

Spesialisasi Menuntut Kompetensi

Program mata kuliah spesialisasi di Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebalas Maret (UNS) Surakarta menuntut kompetensi dosen dan mahasiswa dalam menguasai materi spesialisasi. Namun, kurangnya dosen praktisi dan kekurangan dalam hal pengevaluasian tugas dikeluhkan oleh beberapa mahasiswa.

Program mata kuliah spesialisasi di Jurusan Ilmu Komunikasi sudah berlangsung sejak tahun 2001. Seperti dijelaskan oleh mantan Ketua Jurusan (Kajur) Ilmu Komunikasi Dra. Hj. Sofiah, M.Si, “Sebelum tahun 2001 kurikulum yang dipakai masih belum fokus dan tidak ada pembagian spesialisasi.” Menurut Sofiah saat ditemui di ruang kerjanya Selasa (19/2), kelemahan kurikulum tersebut materi yang diterima mahasiswa masih secara umum saja.

Karena ada beberapa kelemahan di kurikulum yang terdahulu maka diadakan pembaharuan kurikulum yaitu memfokuskan mata kuliah dengan program spesialisasi. ”Mengingat konsentrasi Jurusan Ilmu Komunikasi adalah komunikasi massa, maka mahasiswa diharapkan memiliki fokus kompetensi untuk menguasai tiga hal yaitu audio, visual, dan audio visual,” tutur Dosen Pengampu mata kuliah spesialisasi Video Drs. Ariyanto Budi S., M.Si.

Untuk itu dipilih mata kuliah spesialisasi yang fokus pada tiga hal tersebut. Aryanto menambahkan, mata kuliah spesialisasi tersebut yaitu Radio yang mewakili audio, Jurnalistik dan Desain grafis (desgraf) yang mewakili visual, serta Public Relation (PR)/periklanan dan Video yang mewakili audio visual.

Kompetensi Dosen Spesialisasi
Berdasarkan data di Buku Pedoman FISIP 2006/2007, klasifikasi tingkat pendidikan ilmu komunikasi adalah Strata 1 (S1) delapan orang, Strata 2 (S2) 22 orang, dan Stata 3 (S3) tiga orang. Dari 23 dosen yang dimiliki Jurusan Ilmu Komunikasi, sekitar 18 dosen mengampu mata kuliah spesialisasi. “Untuk dosen mata kuliah spesialisasi, kita memakai dosen spesialisasi intern jurusan, yang telah difasilitasi dari pihak jurusan sebagai bekal mengajar,” ungkap Sofiah. Dia menjelaskan bentuk pembekalan tersebut misalnya dikursuskan di Pusat Pengembangan dan Pelatihan (Puskat) audio visual, diikutkan trainning, atau diikutkan seminar-seminar.

Sedangkan pembagian tim dosen spesialisasi Kajur Ilmu Komunikasi Prahastiwi mengungkapkan mereka dipilih berdasarkan kompetensi yang dimiliki dosen dalam teori dan terapan. Dosen Pengampu mata kuliah spesialisasi Jurnalistik Drs. Sri Hartjarjo Ph.D menambahkan, dalam proses rekomendasi dosen spesialisasi tidak terdapat proses pengangkatan. “Semua sudah terplotkan. Siapa dosen yang sering mengikuti training, punya track record, atau suka menulis di koran, itu yang diutamakan,” tambah Hartjarjo saat diwawancarai di Lobi Depan FISIP, Jumat (18/01). Selain itu latar belakang dosen tersebut juga mempengaruhi, salah satu contohnya penempatan Dra. Sri Urip, M.Si sebagai dosen radio karena ia pernah menjadi penyiar radio.

Namun ada beberapa mahasiswa yang menilai kompetensi dosen spesialisasi masih kurang, khususnya dalam praktek. Seperti diungkapkan oleh mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi angkatan 2006 Dian Kukuh Purnandi, “Dulu Himpunan Mahasiswa Komunikasi (Himakom) pernah mengadakan polling. Dan terungkap bahwa mahasiswa menilai kompetensi dosen spesialisasi masih kurang, karena proporsional prosentase teori dan praktek yang kurang.”

Menaggapi hal itu Prahastiwi menjelaskan, untuk mengimbangi kompetensi dosen intern yang kurang dalam masalah praktek, pihak jurusan juga mendatangkan dosen tamu dari luar sebagai praktisi. Hartjarjo menambahkan, pihak jurusan tak jarang mengambil dosen tamu praktisi seperti Mulyanto Utomo yang aktif sebagai Pemimpin Redaksi Solopos.

Mahasiswa juga setuju apabila dosen spesialisasi lebih banyak yang telah berkecimpung dalam dunia media. Seperti yang diungkapkan oleh mahasiswa Komunikasi angkatan 2004 Bagus Sandi Tratama, “Dosen yang akademisi secara teoritis mampu dalam hal etika dan filsafat media. Tetapi, dosen praktisi aktif akan lebih mengerti kesulitan yang ada pada dunia kerja.” Namun kurang intensnya dosen praktisi tersebut untuk mengajar di kelas juga menjadi kendala. Seperti yang diungkapkan mahasiswa Komunikasi angkatan 2005 Eko Setiawan, ”Meskipun terdapat beberapa dosen praktisi aktif, tetapi mereka tidak intens dalam memberikan kuliah.” Harapan Eko, dengan adanya dosen praktisi yang lebih berkompeten, mahasiswa dapat mengetahui perkembangan terbaru di dunia kerja yang sebenarnya.

Menanggapi keluhan mahasiswa mengenai kurangnya dosen praktisi, Sofiah mengakui terdapat kendala dalam pencarian praktisi aktif sebagai dosen tamu. “Dosen tamu tidak bisa berpartisipasi aktif dalam mengajar, karena mereka juga memiliki job lain. Padahal, spesialisasi sendiri memerlukan loyalitas dan dedikasi dosen yang tinggi dalam mengajar,” jelas Sofiah. Selain itu, dari pihak jurusan sendiri hanya bisa memberikan kompensasi yang sangat sedikit dan tidak memadai kepada dosen tamu.

“Permasalahan apakah dosen spesialisasi praktisi maupun bukan praktisi bukanlah masalah besar, asal dosen tersebut benar-benar menguasai bidang yang diajarkan,” tutur mahasiswa Ilmu Komunikasi 2002 Liestria Permana. Pendapat senada juga diungkapkan Harstjarjo, “Dengan adanya dosen praktisi, belum menjamin kualitas belajar mengajar,” tegas Hastjarjo yang pernah magang di Pikiran Rakyat dan Bernas. Sofiah menambahkan “Insyaallah dengan basic spesialisasi yang diberikan di kampus, mahasiswa sudah bisa menyesuaikan dengan dunia kerja,” tandas Sofiah saat ditemui di ruang kerjanya Selasa (19/2).

Pembelajaran dan Pengevaluasian
Untuk proporsi pembelajaran di Jurusan Ilmu Komunikasi sekarang ditingkatkan menjadi 60% teori dan 40% praktek, dibandingkan dulu yang 70% teori dan sisanya praktek. ”Hal ini sudah ideal, karena jika praktek lebih tinggi lagi, sama saja dengan Diploma,” ujar Sofiah.

Dengan proporsi seperti itu, sistem pembelajaran yang dilakukan tiap dosen mata kuliah spesialisasi berbeda-beda. Liestria selaku Asisten Dosen Desgraf menuturkan metode yang diterapkan dalam mata kuliah Desain Grafis seperti klien dan desainer. ”Dosen memposisikan dirinya sebagai klien dan mahasiswa sebagai pihak yang harus memuaskan desain pesanan klien. Jadi, diposisikan seperti dalam dunia kerja yang sesungguhnya.” ungkapnya.

Dalam penyampaian materi Sri Urip selaku dosen radio cenderung menghidupkan kondisi pembelajaran dengan sistem sharing. ”Dimana dalam sharing tersebut metode tanya jawab lebih dikondusifkan,” tambahnya.

Dalam hal praktek, mata kuliah seperti radio, video dan juranlistik menggunakan metode learning by doing. Metode ini menekankan pada evaluasi untuk mengetahui kekurangan yang dilakukan mahasiswa. Namun menurut Sandi proses pengevaluasian tugas oleh beberapa dosen mata kuliah spesialisasi dirasa kurang maksimal. “Kita sudah membuat tugas berat-berat, tetapi pengevaluasian saya rasa kurang efektif,” tambahnya. Keluhan yang sama diungkapkan Eko pada mata kuliah jurnalistik 1, ”Sepertinya dosen kualahan mengevaluasi tugas mahasiswa yang terlalu banyak di Jurnalistik Media Cetak (JMC) Online.”

Pernyataan lain datang dari Ekanada Shofa Al-Khajar, Alumni Jurusan Ilmu Komunikasi, “Mungkin yang perlu diperbaiki adalah tingkat apresiasi dan evaluasi hasil karya mahasiswa secara komprehensif.” Eka menambahkan, untuk itu perlu adanya formula pengevaluasian yang efektif dan efisien baik dariu dosen dan mahasiswa itu sendiri.
Dari pihak dosen juga menginginkan mahasiswa juga mencari ilmu diluar perkuliahan salah satunya membaca buku referensi. Seperti yang diungkapkan Prahastiwi, ”Tapi mahasiswa terkadang enggan membaca buku referensi terutama yang berbahasa Inggris, padahal buku di perpustakaan menunjang perkuliahan.” Selain itu mengingat intensitas tatap muka di kelas yang terbatas, maka mahasiswa harus lebih aktif di dalam maupun di luar perkuliahan. “Misalnya mahasiswa berkonsultasi dengan dosen spesialisasi di luar kelas,” saran Bagus Sandi. (Imas, Putri, Bhimo, Nosi)