Selasa, Oktober 26, 2010

Dan Akan Selalu Ada Jalan…

Oleh : Alina Dewi Hartanti

Mungkin, seorang Thomas Alfa Edison tidak akan tahu bahwa percobaan kecil di laboratoriumnya akan menjadikannya seorang manusia yang terkenal. Dia tidak akan tahu bahwa temuannya berupa bola lampu mampu mengubah peradaban. Begitu pula Newton, bahwa mengenai hukum gravitasi yang ia temukan telah menjadikannya sebagai orang yang patut diingat sepanjang masa. Adapula Van Bethooven, kejeniusannya dalam mengaransemen lagu membuat semua orang tak ada yang tak tahu namanya. Juga, bukan suatu kebetulan juga jika Wilbur dan 0. Wright mewujudkan manusia untuk terbang di langit dengan menemukan yang namanya pesawat terbang.
Lalu apa persamaan dari semua itu? Ya, semuanya orang-orang hebat, dalam bidangnya masing-masing tentunya, semuanya dikenal, semuanya dianggap sebagai pionir-pionir peradaban. Dan mungkin, satu lagi kesamaan mereka, mereka semua berangkat dari seorang pekerja keras hingga akhirnya temuan mereka membuktikan eksistensi mereka.
Ada yang bilang, harapan, keinginan, cita-cita akan tercapai apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh dan kerja keras. Saya selalu percaya, itu mutlak terjadi. Tak pernah ada yang sia-sia, karena apa yang telah kita korbankan selalu ada harganya. Edison mengerahkan segenap upayanya untuk penemuannya, dan dia mungkin pada saat itu tidak mengetahui dampak apa yang bisa disebabkan oleh penemuan kecilnya. Dia tidak pernah tahu, bahwa ratusan tahun kemudian berkat jasanya bumi menjadi terang, seterang harapannya dulu atas segala kerja kerasnya.
Lalu bukankah hal yang tidak mustahil jika kita kemudian meniru semangat mereka. Meniru semangat mereka dalam mengerahkan segenap upayanya demi penemuan mereka, yang dalam hal ini demi kesejahteraan bersama. Meniru kerja keras mereka demi mewujudkan impian mereka. Tak perlulah muluk-muluk penemuan besear sepeti mereka, tetapi dengan bekerja keras terhadap apa yang sudah ada ditangan dan gigih mengupayakan serta mewujudkannya dengan sungguh-sungguh akan sangat luar biasa bila dibandingkan hanya berdiam diri menunggu nasib. Benar, manusia memang akan mati. Tapi, bukankah akan lebih indah mengisi kehidupan sebelum mati itu dengan melakukan sesuatu yang berguna, tidak menyerah begitu saja pada keadaan.
Ya, meskipun terkadang kepentok tiang, ada lubang, bahkan terhalang tembok, bukan berarti berhenti, tidak berjalan lagi. Bukan berarti juga sudah tidak ada jalan. Selalu ada jalan, meski harus memutar lebih jauh lagi. Dan akan selalu ada jalan.

Rabu, Oktober 20, 2010

ADHITAKARYA MAHATVAVIRYA NAGARA BHAKTI

Oleh Nosi

Banyak hal yang aku alami disini, tentang persahabatan, kedisiplinan, kepatuhan, rasa hormat, jiwa korsa, nasionalisme, perjuangan, dan banyak hal lagi. Yang aku tahu empat tahun pendidikanku disini rasanya seperti satu perjalanan tersendiri yang memberi warna dalam hidupku. Satu keputusan besar yang benar-benar menentukan hidupku setelah itu.
Empat tahun lalu, Ibu, perempuan tengah baya yang dua puluh tiga tahun yang lalu rela meminjamkan rahimnya untuk kelahiranku, memintaku untuk mengikuti tes seleksi masuk Akademi Militer (Akmil) yang ada di Magelang. Awalnya tak pernah terlintas sedikitpun di pikiranku untuk terjun ke dunia militer seperti ini. Bapak tidak berasal dari kalangan itu apalagi Ibu yang seumur hidupnya habis di depan mesin jahit memenuhi permintaan pelanggannya. Ibu seorang penjahit pakaian di rumah sederhana kami di kota Atlas ini.
Mungkin satu-satunya alasan ibu menginginkanku menjadi militer karena kesedihannya yang ditinggalkan bapak saat masa perjuangan dulu. Bapak adalah seorang petani kecil yang saat itu tertembak penjajah saat terjadinya pertempuran lima hari di Semarang.
Empat tahun berlalu penuh cerita. Cerita tentang seorang taruna Akmil yang menjalani semua nasib karena Ibunya. Seorang taruna Akmil teratasnama Adhitakarya Mahatvavirya Nagara Bhakti. Sebuah nama yang aku anggap terlalu berlebihan. Aku bukan anak jenderal. Aku bukan anak perwira lulusan akademi, aku anak orang biasa yang bermimpi menjadi taruna dan lulus sebagai perwira pada akhirnya.
Dan hari ini adalah hari terakhirku di kota ini, hari terakhirku menjadi seorang taruna. Masih segar dalam ingatanku ketika empat tahun lalu aku datang ke kota ini mengikuti masa orientasi selama dua pekan sebelum memasuki tahapan Pendidikan Keprajuritan Chandradimuka. Kala itu salah satu Pejabat Komandan Resimen Taruna berkata, “Tujuan masa orientasi adalah untuk memperkenalkan Lembaga dan kehidupan Korps taruna sebagai bekal Capratar dalam menyesuaikan diri dalam menempuh pendidikan selanjutnya serta menanamkan semangat dan jiwa korsa dalam kehidupan Korps taruna sehingga membantu terciptanya kehidupan Korps taruna yang sehat, dinamis dan kreatif. ”
Aku tersenyum mengingatnya, rasanya baru kemarin telingaku menangkap kalimat itu. Saat dimana pertama kali dalam hidup aku mengenakan baret. Baret merupakan suatu kebanggaan bagi suatu unit. Pembaretan dilakukan oleh Taruna senior kepada Taruna yunior yang akan memasuki Resimen Korps Taruna. Dengan pembaretan ini akan tumbuh sikap dan tindakan yang selalu menjaga nama baik dan kehormatan Korps Taruna.
Aku tak bisa menghentikan laju ingatanku yang terlalu segar, lebih tepatnya aku terlalu enggan melepaskan kenangan-kenangan yang menjadikanku seperti saat ini. Setelah mengikuti masa orientasi itu dan sebelum melanjutkan Pendidikan Dasar Keprajuritan Taruna Akademi TNI Chandradimuka, diadakan Kirab di Kota Magelang. Kata Abang tingkatku kirab ini bertujuan untuk memperkenalkan diri sekaligus sebagai pernyataan kepada masyarakat, khususnya masyarakat Magelang untuk dapat diterima sebagai anggota masyarakat Magelang. Dan hari itu juga awal perkenalanku dengannya. Seorang perempuan Tidar yang membuatku semakin yakin tentang nasibku menjadi taruna disini.
Dia perempuan Tidar yang istimewa. Dia menemaniku selama masa pendidikanku di kota ini. Kami berteman baik. Tidak lebih dari itu. Dia datang setiap kali aku memintanya menjadi rekanita pada setiap acara yang diadakan korps. Namun, dua minggu terakhir kami tidak bertemu. Waktuku tersita karena adanya serah terima genderang seruling canka lokananta. Penatarama Genderang Seruling Canka Lokananta beserta unitnya yang dipegang oleh Taruna senior diserahterimakan kepada Taruna yunior menjelang akhir masa pendidikan di Akmil. Upacara ini menggambarkan akan berat dan agungnya tanggung jawab Penatarama dan Taruna Senior dalam membina dan mengembangkan ketrampilan dan keagungan Genderang Seruling Canka Lokananta sebagai Drumband kebanggaan Taruna Akmil.
Dan malam ini adalah malam pengantar tugas, suatu tradisi korps yang dimaksudkan untuk memberikan dorongan semangat pengabdian pada Taruna Dewasa yang segera akan menyelesaikan masa kehidupan yang khas dalam lingkungan Korps Taruna. Malam Pengantar Tugas ini diselenggarakan oleh Korps Taruna untuk mengantarkan Taruna Dewasa yang akan meninggalkan Akmil memasuki kehidupan militer sebagai seorang Perwira.
Dan tanpa perempuan Tidar itu aku melewatinya. Kami tidak saling bertemu selama tujuh tahun setelah itu. Kubaktikan sepenuhnya hidupku untuk militer sampai saat ini.
Dan sekarang……………………
“Oeekkk…oekkkk” bayi mungil di sampingku menangis. Membuatku terjaga dari istirahat malamku yang lima bulan ini agak berkurang karena tangisan Biru, anak kami. Dan saat-saat seperti inilah yang mengingatkanku pada masa-masa pendidikan dulu. Sambil membimbing si biru mengulum dot botol susunya kulirik persit kartika candra kirana-ku. Aku tak tega membangunkan perempuan tidarku yang resmi menjadi istriku saat pedang pora dua tahun lalu.







Penulis adalah pengagum militer yang merindukan pedang pora saat menikah nanti. Juga mendapat julukan ibu persit kartika candra kirana setelahnya. Namun, agaknya julukan ibu bhayangkari yang bakal disandangnya beberapa tahun lagi karena kisah cintanya yang menuju jiwa yang lain. (Sedikit gurauan di tengah masa-masa magang yang cukup padat).

Minggu, Juli 25, 2010

Kenangan di Jababeka

Siang itu terasa panas sekali, matahari mengeluarkan semua cahayanya. Kutelusuri jalan yang sama ini setiap pulang berangkat kekampus dengan kakiku yang semakin perih karena sepatuku yang kekecilan. Sesampainya di loby kampus segar rasanya tubuh ini tersembunyi dari sinar matahari. Terlihat teman-temanku sudah datang dan duduk lesehan berhotspotan ria di loby yang entah mengetahui kedatanganku atau tidak. Terlihat sebuah pemberitahuan di papan pengumuman dekat mereka yang berisikan dibutuhkan 3-5 ’kataloger’ di Jakarta kontrak selama 10 hari. Entah kenapa saya tertarik dengan pengumuman itu dan langsung mencatat contact person yang ada di pengumuman tersebut yang ternyata sudah ada di hanphone saya dan nomor hape dosenku. Aku ingat betul hari itu tanggal 01 Juni 2010.
Sehari setelah itu saya menghubungi dosen saya dan janjian bertemu di ruang sekretariat D3 jam 10 pagi, karena saya dari jurusan D3 Perpustakaan jadi saya yakin pengumuman lowongan sebagai ’kataloger’ itu di tujukan kepada mahasiswa Perpustakaan. Ternyata sampai detik itu belum ada yang daftar untuk magang 10 hari di jakarta tersebut. Hal itu di sebabkan karena jadwal keberangkatannya sama dengan jadwal Ujian semester saya sehingga teman-teman saya tidak ada yang mendaftar dan tidak ada yang mau ku ajak karena enggan meninggalkan ujian semesteran,. Namun saya tetap mendaftar. Sehari setelah itu tetap tidak ada yang mendaftar meski saya mengajak teman-teman sekelas saya dan mengkabari kakak kelasku. Saat itu kakak tingkatkku sudah musim ujian kelulusan dan banyak yang sudah lulus dan banyak pula yang sudah dapat kerja meski masih menunggu wisuda dan ijazah belum keluar. Maklum jurusan Perpustakaan di Indonesia memang sepi peminat dan sedang banyak dibutuhkan.
Aku bingung harus bagaimana hingga hari terakhir pendaftaran tanggal 04 Juni 2010. dalam detik-detik terakhir dengan di bantu kakak kelasku mas Aditya akhirnya dia berhasil membujuk tiga temannya untuk ikut. Mas Aditya sendiri tidak ikut karena sudah mendapat pekerjaan di perpustakaan pascasarjana kampus ini. (@_@)

Seminggu sebelum berangkat aku menjalani rutinitas kuliah seperti biasa sambil meminta Ujian Akhir ku di majukan sebelum jadwalnya ke masing-masing dosen pengampuku. Cukup menyenangkan, tiga mata kuliah berhasil ujiannya aku majukan sebelum waktunya. Dan dosen yang lainnya menganjurkan agar saya ikut susulan saja. (@_@)
Tak terasa seminggu terlewati dan hari jum’at hari keberangkatan menuju pengalaman yang ku inginkan tiba. Waktu itu aku dan ketiga kakak tingkatku Dewi, Andrian dan soqib berkumpul di agen Rosalia Indah Sumber, Manahan pukul 15.00 dan didampingi kedua dosen kita. Baru beberapa saat bus supereksekutif no 209 itu berjalan saya langsung memakai selimut karena kedinginan. Sontak setelah itu kedua dosen dan ketiga kakak tingkatku yang belum cukup akrab langsung menoleh dan geleng-geleng,. Kalian nggak percaya kalau AC bis itu dingin sekali?? Buktinya mbak Dewi juga kedinginan sampai gemeteran setelah makan malam di Gombong. (@_@)
Saat perjalanan di dalam bus aku ingat kalau aku belum pamit rumah ke ayah ibu. Belum pamit kakaku yang di Surabaya. Belum pamit kakakku yang di Palur. Belum pamit kakakku yang di Cirebon. Belum pamit kakakku yang sedang di Sumbawa. Dan belum pamit kekakak-kakakku yang lainnya. Jangan kaget ya? Karena aku anak nomor ke-11 dari sebelas bersaudara.(@_@)
Dengan satu sms kirim kebanyak selesai sudah acara pamitannya, karena apabila aku pamitnya waktu aku masih di rumah pasti tidak diperbolehkan jika anak perempuannya ini pergi jauh-jauh,. Tapi kalau sudah berangkat baru kasih kabar begini mereka bisa berbuat apa? Hahahahaha (@_@)
Semenit sesudah aku kirim sms kekakak-kakakku panggilan masuk pun berdatangan ke hanphone ku. Sungguh tidak enak sekali karena aku pasti terdengar berisik karena sudah malam mengganggu tidur orang lain di Bus lagi, apalagi kakak-kakakku pada mengkonference telfonnya yang aku yakin bisa ngajak ngobrol lama sekali seperti jika aku dikamar kostan. Mereka pun mengeluarkan ekspresi kekhawatirannya. Sebenarnya aku ingin berbohong bahwa transport, penginapan dan makan belum di tanggung oleh sebuah Departement yang aku tuju agar mereka pada mengirimi aku uang. (@_@).
             Namun mendengar kekhawatiran mereka yang serius aku jadi tidak bisa berbohong dan aku bilang sejujurnya saja bahwa aku tidak akan keluar uang sepeserpun untuk kesana, selama disana dan sepulangnya dari sana.
             Sesampainya Di tempat tujuan, yang ternyata di daerah Jababeka kita langsung diantar ke Dementory dan di tunjukkan kamar masing-masing. Masih pagi sekali dan mata masih mengantuk. Melihat kasur yang empuk dikamarku aku langsung merebahkan diri. Namun kurang nyaman karena springbednya masih terbungkus plastik. Kulihat kursinya juga masih terbungkus plastik, semua furniture nya masih baru, bahkan bau catnya pun belum hilang yang membuat aku kurang nyenyak jika langsung tidur.

Setelah mandi pagiku yang lama karena aku belum tahu cara menggunakan shower, aku memasang sprei dan sarung bantal yang tersedia. Matahari sepertinya mulai naik dan aku buka tirai jendelaku yang warna dan bentuknya aku suka, tirai bewarna biru dilapisi kain  putih bersih yang lebut. Sungguh takjub aku memandang keluar. Sepi. Luas. Hijau. Semak. Lahan terabai. Semua bangunan di cabang Kementerian ini terlihat baru semua. Sungguh daerah yang mirip dengan tempat tinggal impian. Aku suka ketidak ramaian. Dibawah hanya terlihat satpam dan sedikit kendaraan yang berseliweran di jalan raya.

           Setelah sarapan pagi kita juga dikagetkan lagi dengan kondisi perpustakaan tempat kita akan bekerja sepuluh hari kedepan. Semua rak masih kosong. Semua buku baru dan masih terbungkus rapi. Bahkan kalau ditaruh di rak cuman satu rak gak penuh sehingga banyak rak yang masih kosong. Jauh dari bayangan kita. Kita bingung harus memulai darimana karena dipengumuman hanya tertulis ’kataloger’ jadi kita mengira perpustakaan yang sudah berjalan dan tinggal dikembangkan serta dijalankan.
       Langsung saja pak dosen mendiskusikan cara pengelolaan apa yang akan kita pakai. Hingga akhirnya kita semua sepakat untuk di otomasi perpustakaan saja agar cepat karena apabila dilakukan secara manual juga akan memakan waktu yang banyak sedangkan waktu kita cuma 10 hari. Untung ujian semesteran matakuliah otomasi perpustakaanku sudah kumajukan jadi aku masih ingat dan belum banyak lupa apa yang diajarkan. Setidaknya aku sedikit banyaknya sudah paham cara memperoleh software Senayan yang Opensource dan cara menggunakannya. Akhirnya setelah senayan dapat di akses dari semua komputer yang ada diperpustakaan kita pun langsung mengklasifikasi satu demi satu tumpukan buku yang ada. Kita inputkan ke Senayan, di Inventaris, di beri barcode, dilabeli sampai pengecapan dan shelving. Jadi semua pekerjaan perpustakaan kita kerjakan semua bukan hanya mengkatalog.
Sehari setelah bekerja dosen kita pulang ke Solo karena harus mengajar dan ada urusan lainnya juga pasti. Kebiasaan buruk kita selama disana adalah kerja sampai hampir magrib. Sehabis magrib tanpa mandi dahulu pada bermain pingpong atau basket dengan korean people yang satu dementory dengan kita. Setelah makan malam jalan-jalan keluar entah kemana yang penting keluar, setelah itu kalau tidak lembur bersama malah nonton piala dunia sampai larut malam. Bahkan kadang sehabis lembur masih pada nonton piala dunia sampai pagi. Dan Al hasil, tratatatatatatatatat,..... Paginya bangun jam 8 pagi,. Jam 9 sarapan dan jam 10 kadang baru berangkat kerja. Mentang-mentang ne cabang Kementerian belum ada aturan, belum diresmikan dan pegawainya yang baru 14 (dah termasuk satpam dan cleaning service) jadi meski kita seenaknya gak ada yang tahu. (@_@)
Meskipun pulang dan berangkat kerja sesuka hati namun kita bekerja dengan senang hati. Suasana positif pun mereka timbulkan dan selalu bercanda tawa yang sangat berbeda dengan image perpustakaan dimasyarakat yang ada sekarang. Dimata masyarakat seorang Librarian, pustakwan atau lebih sering disebut penjaga perpustakaan hanya dipandang sebagai seorang yang malas, galak, jarang tersenyum dan berwajah pucat karena jarang terkena sinar matahari. Sungguh kita ingin mengubah image itu.
Malam kedua setelah kita bekerja aku dan mas Andrian keluar sekedar mencari camilan di minimarket, namun saat dijalan aku meminta mas Andrian untuk membelokkan motornya ke arah yang berlawanan dari minimarket dan malam kita muter-muter kota Jababeka tanpa helm. Sungguh kota yang tertata rapi, indah dan masih sepi dari hiruk pikuk langsung memikat hatiku dan mas Andrian. Seketika itu aku tanya mas Andrian;
”Kamu pilih Jababeka ini atau UIN Jogja?”
Yang saat itu ia mendapat tawaran kontrak di UIN Jogja yang di kenal sudah canggih. Berada di kota Jogja yang sebenarnya tergolong kota tujuan pariwisata. Sontak aku kaget waktu mas Andrian menjawab; ”Aku ingin tinggal disini, memang perpustakaan UIN Jogja canggih, tapi aku suka daerah ini, kita kembangkan saja perpustakaan ini menjadi secanggih di UIN atau di UI.”
Setelah cukup puas muter-muternya kita ke minimarket, sesampainya di dementori ternyata mas Soqib dan mbak Dewi juga mengungkapkan kesukaannya kepada daerah ini.
Di dementori tempat aku tinggal, juga tinggal karyawan asal klaten dan 2 korean people. Suatu malam saat makan malam dan nonton tv bareng semua kumpul, aku bilang ke mas Andrian dan mbak Dewi bahwa Chang Hee Jung salah satu korean people yang baru berumur 23 tahun itu cakep sekali dan bibirnya imut. Sontak aku kaget waktu mas Andrian bicara sama Chang tiba-tiba dia bilang; ”Chang, Rohana ’sarang heok’ (suka/cinta) sama kamu.” yang sebelumnya sudah bertanya dulu pada pakdhe Yong apa bahasa Hangulnya cinta. Aku langsung bilang kalau mas Andrian bohong, tapi suasana semakin menjadi karena semua yang di situ akhirnya bilang ke Chang kalau aku suka dia dengan suara keras dan nada yang lambat, maklum karena mereka berdua belum fasih berbahasa Indonesia. Berapa lama kemudian mr. Chang bicara; ”Rohana, ji ka ka mu su ka sa ya, ka mu ting gal di Jababeka agar ki ta se ring ber temu, se ko lah ka mu pin dah ke de pan sa ja,.” sambil menunjuk kedepan karena depan dementori kami adalah President University. Dalam hati, lucu banget, bahasa inggris saja aku tak bisa mau pindah kesana,. Emangnya di PU ada jurusan perpustakaan???? (@_@)
”Mr.Chang, saya kan belum bekerja, kalau saya tinggal dan sekolah di sini saya makan apa??”
”Nanti saya traktir,.”
”traktir setiap hari?”
”Ya.”
Ya ampun ya ampun ya ampun, ne bule bikin gemes aja.
 Sehari sebelum kita pulang ke Solo, kita berencana bersenang senang dulu di waterboom. Saat pakdhe Yong mampir ke perpustakaan dan membuat teh, saya mengajaknya untuk ikut kita main ke waterboom. Mas Andrian juga mengajak mas Chang agar ikut. Namun hari itu adalah hari kerja. Entah mengapa atau karena kesulitan bahasa waktu mr.Yong dan mr.Chang minta ijin untuk tidak kerja lama banget, sejam lebih. (@_@)
Selasa itu akhirnya kita berangkat kewaterboom kecuali mas soqib yang sudah pergi duluan paginya ke rumah familinya di Cibitung. Kita berangkat naik bus besar milik dinas padahal kita cuman berlima. Sudah dibilang mentang mentang balum ada aturan kemana mana memakai bus itu solar juga dari perusahaan meski hanya sekedar keluar makan ke Hik,. Oh God
Banyak hal yang terjadi dan tak terlupakan di waterboom. Sungguh menyenangkan moment-moment saat itu. Aku ingat ada sales cantik mempromosikan kartu perdana ke pakdhe Yong dengan bahasa Indonesia yang baik, benar dan CEPAT. Aku melihat kemata pakdhe Yong yang pasti kebingungan karena dia belum bisa di ajak berbicara bahasa Indonesia dengan nada cepat. Mas Chang pun menjelaskan ke pakdhe Yong maksut dari sales cantik, tinggi dan belakangan diketahui baru beumur 17 th dan bernama Mendy itu dengan bahasa Hangul dan gentian tanda Tanya yang memenuhi otakku.
Setelah cukup akrab Mendy meminta nomor hp mas Chang dan mas Chang hanya memperlihatkan nomor pada kartu perdana yang di belinya dengan terpaksa itu. Ternyata mas Chang welcome banget dengan orang-orang yang ingin kenal dengan dia dan suka bermain-main sama anak-anak waktu di waterboom. Melihat mas Chang memberikan nomor handphonenya ke Mendy, mas Andrian langsung berbisik padaku; “Ternyata sainganmu banyak.” Sambil cengar-cengir.
Diantara kita hanya aku yang tidak bisa berenang dan duduk dipinggir kolam. Mas Chang menghampiriku meyakinkanku agar tidak takut air dan aku di tarik ketengah kolam olehnya dan di ajari bagaimana caranya berenang. Malas belajar karena sudah cukup lama aku diajarinya tapi aku belum bisa berenang juga akhirnya aku lari dan main perosotan pakai ban sama mas Andrian yang pada akhirnya mereka semua ikut-ikutan main perosotan.(@_@)
               Kita bersenang-senang di waterboom hingga lupa waktu dan tak terasa sudah jam 1 siang. Jam 2 kita siap-siap pulang dari waterboom dan mampir beli tiket Bus untuk pulang ke Solo. Sebelum pulang ke Dementori kita makan dulu dan hari itu hari Chang karena dia yang bayari semua.
Sampai di Dementori kita berpamitan kepada semua dan diantar dengan Bus itu lagi ke agen perjalanan. Saat di terminal mas Chang menginginkan agar kita tidak pulang hari itu juga, namun tiket terlanjur di beli. Dan akhirnya kita berpisah.
Didalam bus menuju Solo aku, mbak Dewi dan mas Andrian terngiang-ngiang saat-saat di Jababeka. Rasanya tidak mau pulang dan ingin balik aja. Hingga akhirnya dengan Pdnya kita bilang, ”Oke kita pulang, kita seleseikan dulu urusan kita di Solo baru kita kembali lagi kesana.”
Esok paginya kita sampai di terminal Tirtonadi dan berpisah kerumah masing-masing. Berhubung mas Andrian dan Mbak Dewi sudah tidak ada kuliah jadi selama seminggu lebih aku tidak bertemu mereka di kampus. Aku juga sibuk dengan ujian semesteranku dan permintaan susulan ujian semesteranku yang terbengkalai selama aku tidak di Solo.
Seminggu lebih tidak bertemu mbak Dewi dan mas Andrian dan hanya berhubungan dengan sesekali sms rasanya kangen banget. Suatu malam mbak Dewi sms aku katanya dia mau mencari surat keterangan kelulusan untuk melamar kerja, karena jika tidak melamar kerja dan hanya menunggu panggilan dari Jababeka dia akan menganggur. Beruntung kalau dipanggil, kalau nggak kan malah mengganggur lama. Kebetulan juga ada lowongan pustakawan di Akbid. Waktu itu rabu 30 Juni tepat liburan semesteranku di mulai. Aku kekampus menemani mbak Dewi mencari SK kelulusan dan minta tanda tangan kesana-sini, hingga akhirnya berlabuh istirahat di lobi karena kajurnya sedang mengajar suatu test sekalian minta foto-foto waktu kita di jababeka di laptopnya mas Andrian. Usai mendapat tanda tangan Kajur Prodi Perpustakaan kita ke bagian pendidikan terus keruang dekan.
Habis itu kita tidak langsung pulang kerumah namun jajan es cream dulu di belakang kampus. Sambil ngobrol-ngobrol setelah seminggu lebih tidak bertemu. Mbak Dewi yang akan melamar kerja karena gak dapet-dapet panggilan dari Jababeka. Mas Andrian yang bingung mau menerima tawaran UIN Jogja apa tidak, melanjutkan S1 Perpustakaan di Undip atau tidak karena panggilan tak kunjung-kunjung datang dia jadi bingung. Kalau daftar S1 sekarang dan ternyata dipanggil ia akan kehilangan banyak uang karena sudah daftar. Tapi kalau tidak mendaftar dan ternyata tidak mendapat panggilan keduanya malah akan melayang. Ketidakpastian ini membuat mereka sedikit resah.
         Selesai makan es cream kita kembali kekampus namun mas Andrian pergi badmintoon dan menitipkan laptopnya dititipkan aku. Saat aku dan mbak dewi berhotspotan ria di lobi aku melihat dosenku yang dulu mengantarkan kita pada Jababeka. Langsung saja aku sapa beliau dan ternyata beliau membawa kabar gembira untuk kita yang pernah magang di Jababeka. Mbak Dewi pun seketika batal melamar menjadi pustakawan di Akbid.
Malamnya waktu mas Andrian ke kostku buat mengambil laptopnya aku kasih kabar gembira yang dibawa dosen kita tadi padanya. Ia senang sekali. Jadi batal juga ia daftar S1 Perpustakaan transfer di UNDIP, hehehehee
Ia juga menanyakan bagaimana kuliahku jika aku ikut pelatihan selama 2 minggu dan langsung kerja disana. Dengan mencoba santai dan tenang aku menjawab aku akan ambil cuti akademik selama 1 th. Ya itu keputusanku. Meski urusanku di Solo masih banyak dan aku masih sedikit bingung.
Aku semakin yakin dan ingin ambil cuti akademik (selang) karena ayahku yang sudah berusia 70th lebih senang sekali jika aku kerja. Selain itu jika aku pergi se enggaknya ayahku tidak perlu membayar 100% SPPku, tidak perlu membayar kostku, dan tak perlu membiayai kostku di Solo.
I am coming Jababeka.
I will Back Solo.

01 Juli 2010

Sebuah Angan

oleh : SITI ROFIQOH


Jiwa terguncang oleh godaan
Bekasnya terkikis luka mendalam
Titik fokusnya pun menghujam ketenangan
Tak khayal adalah sebuah ketidakberdayaan

Selembar keteledoran mampu merusak semangat juang
Segelincir kegagalan merupakan awal dari keberhasilan
Setitik kesuksesan menumbuhkan kebanggaan membara
Sebuah kecerobohan dapat merusak ketrampilan

KeridhoaNYA mewarnai senyuman
Kasih sayangnya Mengilhami keharmonisan
KebijaksanaanNYA melukiskan kewibawaan
SurgaNYAlah Hakekat segala pujian



foto dari sini

Senin, Juni 21, 2010

Pengaruh Rendahnya Minat Baca Dengan Kebiasaan Membaca

Oleh: Hanna

Coba anda perhatikan sejenak, seberapa banyakkah waktu yang anda habiskan untuk membaca per harinya? Mungkin tidak sampai 3 jam sehari. Hal ini menunjukkan realitas akan rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Memang membaca buku secara rutin perlu dibiasakan sejak dini, agar kelak dapat terbiasa untuk membaca.
Dalam menindaklanjuti rendahnya minat baca pada masyarakat Indonesia, pemerintah pernah mengajukan Deklarasi Pencanangan Gerakan Membaca Nasional yang ditandangani oleh mantan Menteri Pendidikan Nasional A. Malik Fadjar dan mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno serta Kepala Perpustakaan Nasional Dady P. Rachmananta.
Mengutip hasil survei sebuah koran nasional, bahwa ternyata minat baca pada orang Indonesia amat rendah dibandingkan dengan negara- negara Asia lainnya, karena umumnya masyarakat lebih suka mengonsumsi televisi dan radio, selain lebih cepat, informasi yang juga lebih menarik karena menyajikan informasi secara audio visual pula. Sedangkan India, yang selama ini kita kenal sebagai salah satu negara miskin di dunia, menduduki peringkat satu sebagai negara yang memiliki minat baca yang tinggi.
Hasil jajak pendapat Kompas, menyatakan bahwa 70% responden mempunyai kebiasaan membaca buku minimal seminggu sekali. Jenis buku yang paling diminati oleh mereka adalah buku- buku fiksi, seperti novel dan buku sastra lainnya, dan pada urutan kedua adalah buku agama dan iptek, sedangkan pada urutan ketiga adalah komik. Namun, sebagian besar responden mengaku, tidak pernah berkunjung ke pameran buku atau menjadi anggota perpustakaan.
Mari kita lihat sejenak pada keadaan di luar negeri, yang murid SMU nya diwajibkan untuk membaca dan kemudian mendiskusikan sekitar 5- 32 judul buku per tahun. Seperti di Malaysia, mereka diharuskan untuk membaca dan mendiskusikan kurang lebih 20 buku dan di Singapura sekitar 25 buku. Sementara itu menurut Buletin Pusat Perbukuan, Depdiknas No. 1 Tahun 2000, di Jepang diberlakukan gerakan 20 Minutes Reading of Mother and Child untuk menanamkan kebiasaan membaca sejak dini Program ini menganjurkan seorang ibu untuk membacakan anaknya sebuah buku yang dipinjam dari perpustakaan umum atau sekolah selama 20 menit sebelum si anak beranjak tidur..
Menurut Ir Abdul Rahman Saleh (Ketua Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia), waktu membaca para mahasiswa Indonesia kurang dari satu jam, bandingkan dengan jumlah waktu menonton televisi yang lebih banyak 2 jam. Di Indonesia, pada tiap tahunnya hanya ada 6.000 judul buku yang baru. Bandingkan dengan Malaysia yang bisa mencapai angka 10.000.
Mungkin, minat baca siswa di Indonesia masih kurang, karena kurangnya sarana membaca seperti perpustakaan. Jumlah perpustakaan yang layak pakai di Indonesia, hanya sedikit jumlahnya. Dan di Indonesia hanya ada dua perpustakaan yang tergolong lengkap, besar, dan memenuhi syarat yaitu Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Yayasan Hatta di Yogyakarta. Perpustakaan Yayasan Hatta misalnya, koleksi buku yang ada disana awalnya berjumlah 410.147, namun kini telah menyusut 40% karena buku- buku tersebut ada yang tidak dikembalikan.
Sementara itu, mengutip tulisan Drs. H. Athaillah Baderi, seorang pustakawan di Perpustakaan Nasional RI yang mengatakan bahwa dalam studi yang dilakukan oleh International Association for Evaluation of Educational (IEA) pada tahun 1992 untuk mengukur kemampuan membaca murid-murid Sekolah Dasar Kelas IV pada 30 negara di dunia, menyimpulkan bahwa Indonesia menempati urutan ke 29 setingkat di atas Venezuela yang menempati peringkat terakhir pada urutan ke 30. Mrnyedihkan memang melihat angka- angka yang tertera dari hasil penelitian tersebut.
Banyak cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan minat baca, antara lain dengan menetapkan jam wajib baca di tiap keluarga atau membuat perpustakaan sederhana di rumah, hal ini dapat membiasakan anak- anak untuk mulai membaca buku, karena kebiasaan membaca memang sebaiknya dimulai sejak dini. Selain itu ada perlunya juga jika sarana dan prasarana yang menunjang untuk kegiatan membaca misalnya seperti perpustakaan di sekolah- sekolah maupun kampus dibuat senyaman mungkin agar dapat menimbulkan suasana yang menyenangkan dan tidak membosankan untuk membaca. Pemerintah Indonesia bersama LSM peduli kegemaran membaca juga pernah mencanangkan Gerakan Peningkatan Minat Baca (GPMB) sejak 1986. Gerakan ini merupakan usaha penyadaran bagi orang tua tentang pentingnya membaca mulai tingkat RT, RW, desa, hingga tingkat nasional.

CARA JITU UNTUK BERBAIKAN DAN BERMAAFAN

Oleh: Wahyu Yuliastuti W.


  1. Pikirkan baik-baik kejadian yang sudah terjadi. Jika itu memang kesalahanmu, jangan malu untuk meminta maaf. Jika itu bukan kesalahanmu, jangan sungkan untuk memaafkan.
  2. Cari pandangan orang ketiga tentang masalahmu.
  3. Jika masih sulit untukmu memulai pembicaraan dengannya, mulailah dengan menulis surat, sms, email dan sebagainya mengenai apa yang kamu rasakan.
  4. Lempar senyum dan sapalah orang yang sedang bermasalah denganmuJ
  5. Beri dia kado yang menggambarkan penyesalanmu atas apa yang telah terjadi.
  6. Pikirkan semua kebaikan yang telah dia lakukan buat kamu dan pikirkan juga kenangan-kenagan indah diantara kalian. Dengan melakukan hal ini akan mempermudah kamu untuk bermaafan.
  7. Duduklah disebelahnya dan mulailah dengan pembicaraan yang ringan dan menyenangkan, dan katakan bahwa kamu tidak bisa bertengkar terus dengannya.

Selasa, Juni 08, 2010

Posisi dan Kegunaan Radio Mahasiswa dalam Peta Masyarakat

Radio, apa yang ada di dalam benak kita ketika kita mendengar kata radio? Ada yang berkata radio adalah sebuah media penyebar informasi yang berupa siaran dengan mengandalkan media audio atau suara. Ada yang mengatakan bahwa radio adalah sebuah media tempat mencari hiburan ketika kita sedang santai dan tidak ingin berpikir berat seusai kita berpenat ria dengan pekerjaan, tugas kuliah, dan lain sebagainya. Ada yang berkata bahwa radio merupakan alat penyebar informasi yang paling baik dan paling efekitf , karena dengan radio masing-masing personal akan menciptakan theatre in mind mereka sendiri.
Dari beberapa pendapat masyarakat diatas terdapat perbedaan tentang dimana posisi radio di tengah-tengah masyarakat itu. Lalu di mana dan bagaimanakah letak radio dalam peta masyarakat sekarang ini? Jikalau berbicara mengenai masalah efektifitas dari penyampaian pesan dan efeknya terhadap masyarakat maka itu sebenarnya tidak bisa dijadikan sebuah ukuran. Karena dalam komunikasi massa dikemukakan bahwa siaran-siaran di radio bukan merupakan proses dari sebuah pengiriman pesan dari seorang komunikator kepada komunikan. Namun lebih mengarah kepada pemberian makna sebuah pesan oleh komunikan. Jadi bisa dikatakan bahwa bagaimana kedudukan radio dalam masyarakat itu bergantung pada bagaimana tiap-tiap personal memaknai radio dalam kehidupan mereka, entah itu sebagai sebuah media hiburan ataukah sebuah media mancari berita.
Lalu bagaimanakah penggunaan salah satu media penyampai informasi yang pernah booming dan memiliki peran penting dalam dunia sekarang ini? Media yang dulu pernah berjasa membantu pemuda-pemuda kita dalam merebut dan mempertahan kemerdekaan ini sangatlah penting dalam menyebarkan informasi kepada masyarakat yang minim sekali alat penyampai informasi kala itu. Dengan radio pula kita dapat mengetahui bahwa Jepang telah menyerah pada sekutu sehingga kita mampu mendeklarasikan kemerdekaan kita. Dahulu Radio juga menjadi salah satu alat untuk mengontrol pemerintah dan sebagai alat pengobar semangat bagi pemuda-pemuda Indonesia untuk tetap berjuang.
Namun, sekarang ini radio agak meredup "kesaktiannya". Radio sudah dianggap kuno dan kalah dengan media-media lainnya. Radio sudah tidak terlalu populer. Alih-alih mendengarkan siaran radio orang zaman sekarang lebih suka melihat televisi atau membaca koran. Bahkan keberadaan internet seolah-olah menambah satyu "musuh" lagi bagi radio.
Seharusnya radio bisa dimanfaatkan lebih optimal lagi. Bagaimanapun juga radio pernah berjasa dalam dunia informasi. Atau mungkin ada pembagian segmen sehingga para pendengar tidak lari beralih kepada media yang lain.
Setelah membahas bagaimanakah hakikat, posisi, dan radio konvesional secara umum, akan dibahas sebuah radio yang pada awal kemunculannya sempat dianggap sebagai radio atau "suara dari antah berantah", radio mahasiswa. Radio yang semenjak berakhirnya masa orde baru mulai ramai bergema dan memadati frekuensi-frekuensi radio, contohnya FIESTA FM milik FISIP UNS Surakarta, FAPMA UMS, Rasida FM UIN Kalijaga Jogja, dan lain sebagainya.
Pada tahun 1998 banyak yang menyambut gembira dengan lahirnya radio-radio mahasiswa ini. Banyak mereka yang membuka tangan untuk radio-radio ini karena: satu, dengan lahirnya radio mahasiswa, semakin mengukuhkan terbukanya frekuensi ruang publik. Dua, mempercepat pemulihan reputasi buruk radio yang dahulu digunakan sebagai propaganda politik.
Selain dua hal diatas terdapat keuntungan-keuntungan lain yang diraih oleh banyak pihak. Disamping sebagai alat promosi kampus, radio mahasiswa juga berperan sebagai tempat yang pas untuk pengkaderan mahasiswa di bidang broadcasting untuk menjadi aktivis media profesional.

Yavis Nuruzzaman
Ilmu Komunikasi
FISIP UNS