Sabtu, Juli 21, 2012

(Opini) Sumber Nafas Hidup Panjang Bahasa Etnik


Oleh: Ilham F. Maulana
Tingginya bentuk keapatisan dalam masyarakat pada masa sekarang ini, selalu menjadi kendala yang sering muncul ketika membicarakan masalah penggunaan bahasa etnik. Melihat keadaan Indonesia yang saat ini tidak kurang bahasa etnik atau daerah di Indonesia berjumlah sekitar 746 bahasa yang tersebar di 17.508 pulau. Bahasa etnik ini memiliki andil besar dalam hal kehidupan sosial masyarakat, khususnya masyarakat etnik itu sendiri.
Masyarakat Indonesia yang notabene angka pertumbuhan penduduk terbesar pada umur muda. Semestinya mampu memunculkan pengguna yang meneruskan penggunaan bahasa etnik dalam keseharian. Apalagi dalam gerakan penjagaan identitas bangsa, bukan bermaksud untuk mengesampingkan bahasa nasional yakni Bahasa Indonesia. Namun jati diri bangsa Indonesia selama ini mampu untuk survive melewati globalisasi sendiri adalah karena kebudayaan etnik. Tidak lepas dari itu adalah karena dorongan persatuan Indonesia terjadi sebagai akibat perbedaan antar etnik di Indonesia yang besar.

Minggu, Juli 15, 2012



PENGORBANAN

Kau tau yang sebenarnya
Namun kau hanya acuh dan diam tanpa kata
Waktu pun terus berjalan
Kau menjauh dari dirinya
Meninggalkannya
Dan sekarang dia kini hanya sendiri
Sendiri dalam kesepian
Menikmati setiap kerinduan yang menyiksanya
Namun tak mengapa bagi dirinya
Asalkan kau bahagia, dia pun juga akan merasakannya
Walau sangat perih yang ia rasakan
Dan itulah pengorbanan
Pengorbanan yang sesungguhnya
Sebuah kebahagiaan yang menyakitkan
Yang menorehkan luka begitu dalam
Tak akan terlupa olehnya
Kan ia simpan dalam relung hatinya terdalam
Selalu dan selamanya

JANGAN PERGI

Dengan mata berkaca-kaca dan wajah pilu, Sinta menatap rintikan air hujan di hadapannya. Pikirannya terbang menjelajahi mesin waktu dan membuatnya teringat akan masa itu.
”Rheno! Mau pergi ke mana? Jangan tinggalkan aku!” Sinta berteriak sembari berlari mengejar saudara kembarnya. Mendengar teriakan saudaranya, Rheno berhenti sejenak dan menoleh ke belakang.
”Heh, Sin! Dengarkan baik-baik! Aku tidak tahan dengan kelakuanmu itu! Kekanak-kanakan, sok tahu, dan selalu ingin mengatur. Jadi, biarkan aku meninggalkan tempat ini!” Setelah selesai berbicara, Rheno segera berpaling meninggalkan Sinta tanpa menggubris tanggapan saudaranya yang sebenarnya sangat peduli padanya.
Sinta hanya terpaku melihat sosok yang sangat disayanginya berpaling meninggalkan dirinya, semakin jauh, jauh, dan akhirnya hilang entah ke mana. Hatinya kini terpenuhi dengan perasaan kesal, kecewa, dan sedih. Perasaan itu bukan ditujukan pada Rheno yang telah pergi meninggalkannya melainkan pada dirinya sendiri yang belum mampu memperbaiki sikapnya seperti yang dikehendaki saudaranya.

Jumat, Juni 15, 2012

the key



The Key

“Meeeeoooonnggg…”
“Sebentar sayang, bapak lagi ada kerjaan, nanti sore kamu juga bakal makan enak”. Sahutku sambil mengelus kucing yang sudah kuanggap anak sendiri. Kucing kampung yang kuberi nama monki. Aneh bukan, kucing kok diberi nama monyet.
“Tiga buah lima belas ribu” sambil menyerahkan hasil pekerjaanku kepada pelangganku. Ya, aku seorang tukang kunci. Hanya seorang tukang kunci. Banyak asam pahit yang kutelan karena aku menjadi seorang tukang kunci. Karena aku tukang kunci, aku bisa membantu orang-orang kembali membuka pintunya yang terpisah dengan kunci aslinya. Walaupun hanya dengan satu tangan aku mengerjakannya. Karena aku tukang kunci, aku berpisah dengan istri dan anak perempuanku yang katanya tidak tahan menahan rasa malu memiliki seorang suami maupun bapak sepertiku. Cacat dan berkawan dengan kunci yang tidak bisa menentukan pintu masa depan.

negeriku


Negeriku, Dengarlah!

Negeriku.. Apa kabarmu?
Aku harap kau masih dalam keadaan baik,
tetap indah mempesona seperti alammu yang cantik dan kekayaan budayamu yang memukau
Oh ya, Negeriku.. aku ingin bercerita..
Aku melihat tempat yang saaaangat bagus di sini.. dengan gemerlap real estate dan segala fasilitas serta hiruk pikuknya
Sungguh membuatku takjub..
Tapi..
Mengapa di sini aku melihat pemandangan ironis?
Antara real estate dengan pemukiman kumuh..
di bantaran sungai, kolong-kolong jembatan, bahkan pinggiran rel kereta api..
Mengapa aku melihat orang compang-camping tidur tanpa alas di jalanan?
Mengapa aku melihat anak-anak berseragam menjajakan koran?
Dan mengapa aku harus melihat tubuh-tubuh mungil itu meminta-minta di jalanan?
Negeriku..
Sungguh aku senang, melihat penghunimu hidup dalam kemakmuran, dengan gelimang harta dan tahta..
Sungguh aku senang melihat kemajuan pembangunan bangsa ini..
Tapi.. kalau boleh aku jujur, aku lebih bahagia jika kesenjangan sosial itu tidak yang se-menyakitkan ini

Kamis, Oktober 13, 2011

Ada Monster di Perut Pacarku


Ia menangis. Menangis sesenggukan. Menandingi suara hujan deras sore ini. Menyaingi gelegar petir-petir kecil. Tidak memekakkan tetapi cukup memilukan. Sama pilunya dengan perasaanku detik ini. Menyaksikan gadisku menangis. Padahal di luar suara anak-anak bahagia, ramai bermain hujan, berkecipakan berlari diantara genangan air.
Kutatap gadisku. Berkali-kali dihapus air matanya dengan punggung tangannya yang lentik. Tangan yang selama ini selalu mengusap lembut pundakku. Tangan yang selalu menggenggam jemariku, seolah ia tak butuh pegangan lain. Tangan yang setia menepukku dengan sayang ketika aku melakukan kelalaian. Tangan indah dari Tuhan.

KAMPANYE SEBAGAI WUJUD IKLAN POLITIK TERKAIT MUTU REALITAS ATAUKAH SEKEDAR IDEALISME?


Oleh: Rhesa Zuhriya B. P.

Segala sesuatu tidak akan didapat dengan begitu mudahnya tanpa adanya kekuasaan dan kewenangan. Kekuasaan dalam konteksnya mampu memberikan sebuah keleluasaan yang penuh dalam mengembangkan kemauan guna mencapai tujuan yang diinginkan. Terlebih lagi, apabila hal ini berkutat dalam bidang politik yang notabene sangat berkaitan erat dengan apa yang disebut kekuasaan.
Terkait dengan gejala di atas, politik bukan hanya menciptakan tokoh-tokoh yang memiliki kekuasaan dan kewenangan, tetapi juga menawarkan adanya kelebihan yang memang lebih menjanjikan guna menjamin kehidupan yang lebih baik bagi pelakunya—tak terkecuali adanya kelebihan dalam bidang ekonomi atau finansial. Terlepas dari hal itu, tentunya penawaran ini bukan hanya menjadi suatu hal yang tidak mungkin untuk dicapai, tetapi justru memicu adanya persaingan yang dilancarkan dalam mencapai keinginan tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan guna mencapai penawaran ini adalah dengan menjadi sosok ataupun figur dalam dunia politik yang mampu mengumpulkan berbagai dukungan dan simpati dari rakyat. Untuk itu, diperlukan pula metode, instrumen, maupun strategi dalam menampilkan dan memperjuangkan idealisme serta prinsip yang dianut, yaitu kampanye.