Sore itu saya berencana untuk jalan-jalan ke Taman Sekartaji. Tidak cukup sulit untuk menjangkau taman tersebut. Cukup lima menit menggunakan kendaraan pribadi saya sudah sampai di taman yang diresmikan pada Februari 2009 oleh Walikota Jokowi.
Sebelum menjadi taman, tempat ini dahulunya merupakan tempat hunian liar dan juga digunakan warga untuk berjualan tanaman hias. Namun, dengan pendekatan persuasif yang dilakukan pihak pemkot, tempat tersebut disulap menjadi taman yang indah dan cantik.
Taman Sekartaji yang terletak persis dipinggiran kali Anyar, Jebres, atau perempatan Rumah Sakit dr. Oen Kandang sapi ini, memberikan kesan yang sangat eksklusif dan lain jika dibandingkan dengan tempat-tempat untuk bersantai di kota Solo seperti: Stadion Manahan, kompleks Windujenar, taman Balekambang, ataupun kawasan City Walk Slamet Riyadhi. Letak perbedaannya adalah konsep fisik taman yang begitu dekan dengan bibir sungai, semakin menguatkan keberadaan tempat ini untuk dijadikan tempat yang sangat cocok untuk bersantai atau beristirahat sejenak sembari melihat derasnya aliran sungai Kali Anyar yang mengalir menuju sungai Bengawan Solo.
Ide yang dikembangkan oleh pihak Pemkot terkait dengan pengembangan Taman Sekartaji sebenarnya sangat bagus. Pemkot merubah daerah bantaran sungai yang semula merupakan kawasan hunian liar menjadi sebuah taman. Tidak pelak dengan keberadaan taman ini, membuat pemandangan di ruas Jalan Tentara Pelajar menjadi lebih sedap dipandang mata.
Namun kini keadaan taman tersebut bisa dikatakan tidak cukup baik. Ancaman vandalisme menjadi mimpi buruk dari taman ini. Vandalisme dapat diartikan perambahan, penghapusan, atau pengubahan isi yang secara sengaja dilakukan untuk mengurangi kualitas. Jenis vandalisme yang paling umum adalah mengganti tulisan yang ada dengan hal-hal yang menyebalkan, mengosongkan halaman, atau menyisipkan lelucon yang konyol dan hal-hal yang tak berguna lainnya.
Hal tersebutlah yang terjadi di taman yang baru berumur 2 tahun ini. Terlihat corat-coret dari tangan yang tidak bertanggung jawab dimana-mana. Tentu saja hal ini sangat mengganggu para pengguna Taman Sekartaji. Belum lagi kondisi papan nama taman ini, kini tidak lagi tertulis Taman Sekartaji sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan komponen dari tulisan tersebut sudah hilang diambil oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Perlu adanya pengawasan terhadap kawasan ini. Ini dikarenakan letak taman yang berada di pinggiran Kota Solo. Pengawasan yang cukup ketat diharapkan dapat mengurangi tindakan vandalisme yang ada di ruang publik. Saya sempat menanyakan mengenai permasalahan vandalisme yang ada di ruang publik terutama di Taman Sekartaji kepada salah satu pengamat lingkungan Kota Solo. Beliau mengatakan permasalahan vandalisme memang tidak bisa dipisahkan dengan ruang pubik. Namun, vandalisme dapat diminimalisasi tergantung dengan komitmen untuk menjaga ruang publik dari masyarakat pengguna taman tersebut. Jika memang komitmen itu tinggi bukan tidak mungkin vandalisme dapat dihilangkan.
Selain ancaman vandalisme, Taman Sekartaji menghadapi ancaman lain, terutama dalam hal penggunaan taman itu sendiri. Idealnya taman ini difungsikan sebagai arena bermain keluarga. Namun, cobalah anda berkunjung kesana setiap siang hari pada jam sekolah. Taman itu di siang hari kerap disalahgunakan sebagai 'pelarian' anak sekolah yang membolos. Bahkan saat jam pulang sekolah, taman menjadi tempat pacaran pelajar berseragam.
Tidak hanya sampai disitu, taman ini juga kerap dijadikan remaja untuk minum-minuman keras. Bahkan tidak sedikit remaja yang bertindak mesum disana. Hal ini menjadikan taman ini sekarang tidak lagi dilirik sebagai salah satu tujuan wisata yang murah meriah yang ada di Solo. Sehingga peran Pemkot disini menjadi sangat penting untuk mengembalikan fungsi Taman Sekartaji ini. Pengawasan yang rutin saya rasa dapat mengembalikan rasa nyaman masyarakat untuk kembali berkunjung ke taman yang sangat memiliki potensi ini.
1 komentar:
Taman + Ruang Publik + Vandalisme = Ancaman? Saya rasa ini dikembalikan ke person masing-masing. Tapi, bukan berarti hal ini digeneralisasikan untuk seluruh orang-orang yang berkunjung ke ruang publik, bukan? Ada juga yang tetap "adem-ayem" kok. Ok.
-Litbang, bhimo-
Posting Komentar