Oleh Munadhifah
Follow
: http:// jurnalsidigva.blogspot.com
“ pagi-pagi buta kok sudah ada
laki-laki keluar dari kos sebelah.”
Itulah satu kalimat yang seringkali saya
dengar semenjak saya berstatus sebagai mahasiswa dan menjadi anak kos. Bukan
masalah memang jika kalimat seperti itu diucapkan untuk mengomentari laki-laki
yang keluar dari kos laki-laki, namun kalimat tersebut ditujukan untuk seorang
laki-laki yang baru saja keluar dari rumah kos khusus perempuan.
Tentunya hal tersebut tidak wajar
mengingat jam berkunjung untuk lain jenis telah dibatasi pada saat malam hari.
Jadi sudah pasti bahwa peraturan menyatakan tak ada lain jenis yang boleh
menginap. Jika masih terjadi seperti itu berarti telah ada pelanggaran aturan.
Kebebasan pergaulan mahasiswa memang
sudah bukan wacana baru lagi. Sejak dahulu permasalahan ini sudah sering di
perbincangkan dan bahkan dicari solusinya. Polisipun tidak tanggung-tanggung
untuk beberapa kali melakukan sidak diberbagai rumah kos terutama di daerah
kampus. Namun sampai sekarang tetap saja pelanggaran moral mahasiswa di rumah
kos masih saja merebak.
Lalu
salah siapa jika banyak perbuatan asusila yang terjadi di rumah kos oleh
mahasiswa? Salah pemilik kos, penjaga, atau mahasiswanya sendiri?. Tentunya itu
adalah salah semua.
Sebagai
pemilik kos seharusnya sebisa mungkin mengatur kosnya agar tidak sampai menjadi
tempat yang justru nyaman untuk melakukan perbuatan asusila. Namun kenyataannya
sekarang ini banyak rumah kos yang tidak ditinggali sendiri oleh pemiliknya
bahkan tak ada penjaga. Walaupun sudah diberi peraturan yang jelas mengenai jam
kunjung untuk lain jenis, namun hal tersebut tidak jadi jaminan. Karena para
penghuni kos tersebut akan tetap merasa aman jika melakukan berbagai hal yang
terpenting tidak di ketahui oleh pemilik.
Sedangkan
walaupun ada penjaga yang bertugas, masih saja ada petugas yang tidak perduli
jika ada lain jenis yang jam kunjungnya lewat dari batas waktu bahkan sampai
menginap. Alhasil pelanggaran norma di rumah kos mahasiswa masih merebak di
berbagai tempat di Indonesia.
Sebagai
civitas academika, seharusnya mahasiswa lebih paham tentang norma dan etika
dalam masyarakat. Lunturnya budaya malulah yang kini menyebabkan pelanggaran
norma itu di anggap biasa.
Jika
dahulu masyarakat sekitar rumah kos sering berbondong-bondong setiap kali
terjadi perbuatan asusila di daerahnya, melakukan penggerebekan dan kemudian
memberikan sanksi yang tegas terhadar pelanggar norma. Kini masyarakat
sepertinya memilih diam dan berpedoman tidak mau mengurusi urusan orang lain.
Padahal tindakan masyarakat untuk memberikan sanksi yang jelas dapat membuat
jera si pelanggar norma.
Bisa
dilihat sekarang ini banyak rumah kos di sekitar kampus yang tidak
mengkhususkan jenis kelamin penghuninya. Ada rumah kos yang bebas di huni oleh
perempun ataupun laki-laki. Bahkan tak segan-segan satu kamar boleh ditempati
oleh laki-laki dan perempuan yang jelas-jelas tidak memiliki ikatan saudara
atau pernikahan.
Begitu
ironisnya hal tersebut bisa dilakukan oleh para mahasiswa. Padahal sejak awal
mereka bertujuan untuk memperoleh pendidikan. Tentunya tidak ada perguruan
tinggi yang mengajarkan keburukan pada didikannya. Lalu bagaimana perilaku
demikian dapat terjadi?
Kurangnya
penanaman norma sejak kecil mungkin menjadi penyebabnya. Seseorang yang tidak
dididik norma sejak kecil biasanya akan cenderung menganggap kesalahan itu
menjadi hal wajar. Berarti peran orang tua adalah amat penting. Saat seseorang
telah menjadi mahasiswa dan harus hidup jauh dari orang tua, seringkali ia
merasa telah bebas melakukan apapun. Untuk itu pantauan orang tua yang
seringkali dilakukan adalah faktor penting.
Selain
orang tua, perguruan tinggi sebagai tempat mencari ilmu harus sering menerapkan
atau mensosialisaikan budaya malu dari awal masa perkuliahan. Penanaman norma
bisa diterapkan dengan memberikan mata kuliah wajib mengenai agama bagi
mahasiswa.
Selain
itu masyarakat seharusnya lebih sadar bahwa norma dalam masyarakat ialah amat
sakral. Sehingga harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai citra
masyarakat tercoreng karena adanya mahasiswa yang banyak melakukan pelanggaran
norma di daerahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar