Kamis, Juli 26, 2012

Lunturnya Budaya Malu Mahasiswa, Rebakkan Tindakan Asusila


Oleh Munadhifah
Follow : http:// jurnalsidigva.blogspot.com
            “ pagi-pagi buta kok sudah ada laki-laki keluar dari kos sebelah.”
 Itulah satu kalimat yang seringkali saya dengar semenjak saya berstatus sebagai mahasiswa dan menjadi anak kos. Bukan masalah memang jika kalimat seperti itu diucapkan untuk mengomentari laki-laki yang keluar dari kos laki-laki, namun kalimat tersebut ditujukan untuk seorang laki-laki yang baru saja keluar dari rumah kos khusus perempuan.
            Tentunya hal tersebut tidak wajar mengingat jam berkunjung untuk lain jenis telah dibatasi pada saat malam hari. Jadi sudah pasti bahwa peraturan menyatakan tak ada lain jenis yang boleh menginap. Jika masih terjadi seperti itu berarti telah ada pelanggaran aturan.
            Kebebasan pergaulan mahasiswa memang sudah bukan wacana baru lagi. Sejak dahulu permasalahan ini sudah sering di perbincangkan dan bahkan dicari solusinya. Polisipun tidak tanggung-tanggung untuk beberapa kali melakukan sidak diberbagai rumah kos terutama di daerah kampus. Namun sampai sekarang tetap saja pelanggaran moral mahasiswa di rumah kos masih saja merebak.
Lalu salah siapa jika banyak perbuatan asusila yang terjadi di rumah kos oleh mahasiswa? Salah pemilik kos, penjaga, atau mahasiswanya sendiri?. Tentunya itu adalah salah semua.
Sebagai pemilik kos seharusnya sebisa mungkin mengatur kosnya agar tidak sampai menjadi tempat yang justru nyaman untuk melakukan perbuatan asusila. Namun kenyataannya sekarang ini banyak rumah kos yang tidak ditinggali sendiri oleh pemiliknya bahkan tak ada penjaga. Walaupun sudah diberi peraturan yang jelas mengenai jam kunjung untuk lain jenis, namun hal tersebut tidak jadi jaminan. Karena para penghuni kos tersebut akan tetap merasa aman jika melakukan berbagai hal yang terpenting tidak di ketahui oleh pemilik.
Sedangkan walaupun ada penjaga yang bertugas, masih saja ada petugas yang tidak perduli jika ada lain jenis yang jam kunjungnya lewat dari batas waktu bahkan sampai menginap. Alhasil pelanggaran norma di rumah kos mahasiswa masih merebak di berbagai tempat di Indonesia.
Sebagai civitas academika, seharusnya mahasiswa lebih paham tentang norma dan etika dalam masyarakat. Lunturnya budaya malulah yang kini menyebabkan pelanggaran norma itu di anggap biasa.
Jika dahulu masyarakat sekitar rumah kos sering berbondong-bondong setiap kali terjadi perbuatan asusila di daerahnya, melakukan penggerebekan dan kemudian memberikan sanksi yang tegas terhadar pelanggar norma. Kini masyarakat sepertinya memilih diam dan berpedoman tidak mau mengurusi urusan orang lain. Padahal tindakan masyarakat untuk memberikan sanksi yang jelas dapat membuat jera si pelanggar norma.
Bisa dilihat sekarang ini banyak rumah kos di sekitar kampus yang tidak mengkhususkan jenis kelamin penghuninya. Ada rumah kos yang bebas di huni oleh perempun ataupun laki-laki. Bahkan tak segan-segan satu kamar boleh ditempati oleh laki-laki dan perempuan yang jelas-jelas tidak memiliki ikatan saudara atau pernikahan.
Begitu ironisnya hal tersebut bisa dilakukan oleh para mahasiswa. Padahal sejak awal mereka bertujuan untuk memperoleh pendidikan. Tentunya tidak ada perguruan tinggi yang mengajarkan keburukan pada didikannya. Lalu bagaimana perilaku demikian dapat terjadi?
Kurangnya penanaman norma sejak kecil mungkin menjadi penyebabnya. Seseorang yang tidak dididik norma sejak kecil biasanya akan cenderung menganggap kesalahan itu menjadi hal wajar. Berarti peran orang tua adalah amat penting. Saat seseorang telah menjadi mahasiswa dan harus hidup jauh dari orang tua, seringkali ia merasa telah bebas melakukan apapun. Untuk itu pantauan orang tua yang seringkali dilakukan adalah faktor penting.
Selain orang tua, perguruan tinggi sebagai tempat mencari ilmu harus sering menerapkan atau mensosialisaikan budaya malu dari awal masa perkuliahan. Penanaman norma bisa diterapkan dengan memberikan mata kuliah wajib mengenai agama bagi mahasiswa.
Selain itu masyarakat seharusnya lebih sadar bahwa norma dalam masyarakat ialah amat sakral. Sehingga harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai citra masyarakat tercoreng karena adanya mahasiswa yang banyak melakukan pelanggaran norma di daerahnya.

Tidak ada komentar: